OM SWASTIASTU, OM AWIGNAMASTU NAMOSIDAM.
Di pagi buta saat bulan purnama tepatnya hari Minggu tg 17 November 2013, jam 4 pagi saya bangun dan bersama putra saya pergi ke pantai Saba, mencoba kegemaran saya olah raga rutin setiap pagi, disamping itu saya ingin sekali-sekjali melihat matahari terbit.
Kira -kira jam 5.45, kelihatan warna merah diupuk timur, pelan-pelan merambat naik mewarnai air laut di depannya; Matahari terbit mehilangkan kegelapan, matahari terbit memulai kehidupan. Ayampun berkokok, burung-burung berkicau, menyambut Sang Surya bangun dari istananya. Namun bersamaan dengan itu saya melihat sebuah perahu layar sedang berlayar, mungkin menuju pulau tujuannya entah kemana, disitulah muncul pikiran saya membandingkan hidup ini dengan keberadaan perahu layar yang di kemudikan oleh nelayan tersebut.
Begini;
Dalam hidup ini kita memiliki; bayu, sabda, dan idep, disertai dengan ajaran Dharma (agama), artha, kama,hidup ini mempunyai tujuan dan hidup ini memerlukan sarana seperti artha dan kama.
Bila kita bandingkan dengan perahu layar itu sangat cocok sekali, misalnya; Perahu adalah Dharma, layar itu pikiran manusia, 2 tali layar adalah alat pengendali (stirnya), angin adalah kama, air laut adalah artha, nelayan itu adalah manusia (atma). Pelabuhan keberangkatan perahu itu adalah alam ini, dan pulau tujuannya adalah tujuan hidup kita.
Bila si nelayan ingin mencapai tujuan dari pelayarannya, dia mesti menginginkan angin yang sedikit kencang, untuk mempercepat jalan perahunya, dan si nelayan harus memegang tali kemudi serta mengendalikannya, dan si nelayan perlu air laut untuk landasannya berlayar. Maka tujuan pelayarannya akan bisa tercapai.
Demikian pula manusia; sangat memerlukan artha hanya untuk sebagai landasan hidup, memerlukan kama (angin) sebagai pendorong, memerlukan agama (perahu) sebagai alat untuk menyebrang, dan selalu dan mampu memekang pengendalian pikiran (tali kemudi). Maka tujuan Hidup ini akan dapat tercapai.
Bila manusia tidak tau tentang manfaat artha lalu dia mencari artha sebanyak-banyaknya, dengan segala cara termasuk cara yang dilarang oleh ajaran agama. Sama dengan si nelayan mengisi perahunya dengan air laut yang begitu banyak, maka perahunya akan tenggelam.
Demikian pula dengan kama, ada manusia yang memenuhi kamanya secara membabibuta dan tidak dikendalikan, maka sama dengan nelayan yang memerlukan angin kencang dan tidak mengendalikannya, maka perahunya akan terombang-ambing berputar-putar hingga tenggelam, tujuan perjalan hidupnya tidak tercapai.
Memang artha dalam hidup ini perlu namun sesuaikan dengan manfaatnya yang dapat mendorong tercapainya tujuan hidup ini (berdasarkan Dharma), demikian pulan kama. Maka dari itu, para penjahat, para koruptor adalah mereka yang salah menerjemahkan hidup ini, kasihan mereka, menari-nari diatas kesengsaraannya sendiri. Bangga dengan kebodohannya yang berselimutkan kemunafikan.
Saran saya;
Marilah kita secara pelan-pelan menyadari arti dan makna hidup ini, kasihan Sang Hyang Atma terlalu lama terombang ambing dengan kebodohan kita.
Demikianlah pengalaman saya diwaktu pagi buta bulan purnama, semoga ada manfaatnya.
Di pagi buta saat bulan purnama tepatnya hari Minggu tg 17 November 2013, jam 4 pagi saya bangun dan bersama putra saya pergi ke pantai Saba, mencoba kegemaran saya olah raga rutin setiap pagi, disamping itu saya ingin sekali-sekjali melihat matahari terbit.
Kira -kira jam 5.45, kelihatan warna merah diupuk timur, pelan-pelan merambat naik mewarnai air laut di depannya; Matahari terbit mehilangkan kegelapan, matahari terbit memulai kehidupan. Ayampun berkokok, burung-burung berkicau, menyambut Sang Surya bangun dari istananya. Namun bersamaan dengan itu saya melihat sebuah perahu layar sedang berlayar, mungkin menuju pulau tujuannya entah kemana, disitulah muncul pikiran saya membandingkan hidup ini dengan keberadaan perahu layar yang di kemudikan oleh nelayan tersebut.
Begini;
Dalam hidup ini kita memiliki; bayu, sabda, dan idep, disertai dengan ajaran Dharma (agama), artha, kama,hidup ini mempunyai tujuan dan hidup ini memerlukan sarana seperti artha dan kama.
Bila kita bandingkan dengan perahu layar itu sangat cocok sekali, misalnya; Perahu adalah Dharma, layar itu pikiran manusia, 2 tali layar adalah alat pengendali (stirnya), angin adalah kama, air laut adalah artha, nelayan itu adalah manusia (atma). Pelabuhan keberangkatan perahu itu adalah alam ini, dan pulau tujuannya adalah tujuan hidup kita.
Bila si nelayan ingin mencapai tujuan dari pelayarannya, dia mesti menginginkan angin yang sedikit kencang, untuk mempercepat jalan perahunya, dan si nelayan harus memegang tali kemudi serta mengendalikannya, dan si nelayan perlu air laut untuk landasannya berlayar. Maka tujuan pelayarannya akan bisa tercapai.
Demikian pula manusia; sangat memerlukan artha hanya untuk sebagai landasan hidup, memerlukan kama (angin) sebagai pendorong, memerlukan agama (perahu) sebagai alat untuk menyebrang, dan selalu dan mampu memekang pengendalian pikiran (tali kemudi). Maka tujuan Hidup ini akan dapat tercapai.
Bila manusia tidak tau tentang manfaat artha lalu dia mencari artha sebanyak-banyaknya, dengan segala cara termasuk cara yang dilarang oleh ajaran agama. Sama dengan si nelayan mengisi perahunya dengan air laut yang begitu banyak, maka perahunya akan tenggelam.
Demikian pula dengan kama, ada manusia yang memenuhi kamanya secara membabibuta dan tidak dikendalikan, maka sama dengan nelayan yang memerlukan angin kencang dan tidak mengendalikannya, maka perahunya akan terombang-ambing berputar-putar hingga tenggelam, tujuan perjalan hidupnya tidak tercapai.
Memang artha dalam hidup ini perlu namun sesuaikan dengan manfaatnya yang dapat mendorong tercapainya tujuan hidup ini (berdasarkan Dharma), demikian pulan kama. Maka dari itu, para penjahat, para koruptor adalah mereka yang salah menerjemahkan hidup ini, kasihan mereka, menari-nari diatas kesengsaraannya sendiri. Bangga dengan kebodohannya yang berselimutkan kemunafikan.
Saran saya;
Marilah kita secara pelan-pelan menyadari arti dan makna hidup ini, kasihan Sang Hyang Atma terlalu lama terombang ambing dengan kebodohan kita.
Demikianlah pengalaman saya diwaktu pagi buta bulan purnama, semoga ada manfaatnya.
S E K I A N.
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM.
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM.
Sumber: https://www.facebook.com/Ida.Pedanda.Gede.Made.Gunung?fref=ts 20 Nov 2013