Tuesday, April 14, 2015

NYEPI, SEPI DAN HENING TANGGA KEDAMAIAN


OM SWASTIASTU
Sebagai makhluk Tuhan yang masih serba kurang dan jauh dari kesempurnaan, saya memanjatkan puja syukur kehadapanNya atas segala kasih dan sayang serta tuntunanNya semoga badai kehidupan yang amat dahsyat segera berlalu. Demikian pula kepada anda saudara saya yang telah rela meluangkan waktu untuk melihat, apalagi sempat membaca tulisan ini saya ucapkan terima kasih, sebab dengan anda mau membaca tulisan saya ini, saya merasa sangat terhormat.
Tulisan ini merupakan tuangan dari isi hati saya untuk dipergunakan sebagai sarana yadnya menyambut kedatangan hari Suci Nyepi tahun ini. Oleh karena dasar pikiran saya adalah beryadnya, maka segala kekurangannya mohon di maafkan. Saya sengaja mengemukakan Judul seperti diatas, karena mengamati perkembangan demi perkembangan dari tahun ketahun, umat Hindu, semakin jauh kelihatannya dari makna yang terkandung didalam pelaksanaan hari-hari suci. Seperti misalnya; " Galungan hampir identik dengan Bazar, Nyepi hampir identik dengan ogoh-ogoh, dan Siwaratri diidentikan dengan hari penebusan dosa, dan hari suci yang lainnya". Oleh karena itu saya mencoba menyampaikan isi hati saya menerjemahkan dengan bebas makna hari Nyepi itu menjadi; NYEPI, SEPI DAN HENING TANGGA KEDAMAIAN. Mungkin banyak lagi makna yang terkandung di dalam hari suci nyepi, namun saya hanya melihatnya dari sudut itu tadi. Sekali lagi tulisan ini hanya berdasarkan pengamatan dilapangan, dan getaran-getaran hati saya yang muncul disaat duduk sendiri, sehingga hampir tidak menggunakan reprensi dari buku maupun lontar. Oleh karena itu tulisan ini bisa dianggap orak-orek kertas buram, bila tidak berguna bisa dibuang ke tong sampah.
NYEPI;
Kata nyepi mengandung unsur; " kata kerja", sebab Nyepi itu berasal dari kata sepi diolah menjadi nyepi (tata bahasa Bali), seperti; sampat menjadi nyampat, sambut menjadi nyambut, dan yang lainnya lagi. Sehingga kata nyepi itu menuntut kita belajar dan berusaha membikin suasan kehidupan yang sepi. Sepi dalam arti, tidak ada kegaduhan, tidk ada pertengkaran, tidak ada hiruk pikuk yang membikin kita stres dan lain sebagainya, pokoknya suasana hidup yang damai, tenang dan bahagia. Inilah yang diwujud nyatakan oleh leluhur kita dengan sebuah prosesi upacara yaitu; upacara makiis dalam rangkaian Nyepi, yang mengandung makna agar kita dapat mencari hal-hal yang sepi di dalam keramaian alami. Coba kita perhatikan secara saksama, mekiyis itu ke laut, situasinya; panas, suara ombak gemuruh terus menerus, semua itu kejadian alam. disitulah kita semua ( peserta upacara ), merasa kepanasan, kehausan, kelaparan dan mungkin kecapekan. Semua yang kita rasakan ini merupakan hal yang tidak kita inginkan. Siapa yang ingin lapar terus? Oleh karena itulah saat makiyis kita dituntun mencari sepi dengan memaknai ngiring Bhatara, dengan perasaan yang penuh bhakti, tulus dan ikhlas, maka perasaan lapar dan yang lainnya akan tidak terasa semuanya. Di dalam sastra yang menuntun kita untuk melaksanakan upacara mekiyis, disebutkan upacara makiyis itu tidak lain adalah sebuah prosesi penyucian dan prosesi Ida Bhatara mengambil Amerta di tengah samudra. Kenapa Amerta itu dilukiskan berada di tengah samudra? Sebab kebahagiaan itu, kedamaian itu, sangat sulit kita wujudkan di dalam hidup ini kalau tidak dilandasi oleh keyakinan, ketekunan dan kedisiplinan. Pendek kata inti upacara makiyis adalah pembelajaran bagi manusia untuk mewujudkan kedamaian dan kebahagiaan hidup secara bersama-sama, dibawah tuntunan Tuhan melalui ajaran agama yang diwujud nyatakan dalam upacara makiyis. Sehingga saat makiyis yang dilakoni melalui segala prosesinya harus dilandasi oleh ketulusan dan keikhlasan, jauhkan pikiran pamerih, ekonomis, praktis dan gelis. Prosesi inilah saya simak, sebuah prosesi Nyepi atau melangkah menuju sepi, dengan mendaur ulang yang kita anggap kurang baik, atau kurang berguna yang datang dari luar diri kita,menjadi baik dan menjadi berguna. Makna seperti ini semestinya kita harus lakoni setiap hari sedikit demi sedikit. Kemudian dilanjutkan dengan prosesi tawur, tawur ini juga Nyepi atau mencari sepi didalam godaan yang datang dari dalam diri kita, sebab inti tawur itu menetralisir kekuatan Bhuta Kala. Siapa Bhuta Kala itu? Dalam sebuah bacaan disebutkan; Manusia itu Dewa ya, Bhuta ya. Jadi Bhuta kala itu adalah suatu sifat dan prilaku yang tidak dapat mewujudkan kedamaian, dan kebahagiaan makanya kita Nyepi mencari sepi. dengan menetralisir segala yang bersifat negatif menjadi sifat positif melaui pemaknaan upacara tawur.

SEPI.
Bila dikaitkan dengan prosesi hari suci Nyepi itu, saat hari "H" betul betul kita menikmati merasakan ketenangan dan kedamaian. Sepi disini bukan berarti kosong, sepi lebih dekat artinya kepada ketenangan dan kedamaian. Oleh karena itu bila ada saudara-saudara saya disaat Nyepi itu menggunakan kesempatan untuk melampyaskan hawa nafsu dalam bentuk apa saja, tolong tahanlah keinginan seperti itu, marilah kita maknai hidup ini dengan benar, dan hormati agama kita, hargai jerih payah leluhur kita untuk mewujudkan sesuatu yang sangat berguna bagi kita. kita harus bangga; SIAPAKAH YANG DAPAT MEMBUAT SUASANA TIDAK BERMOBIL, TIDAK BEAKTIFITAS SEHARIAN PENUH? Selain kita di Bali!!! Marilah kita belajar Nyepi untuk mencari sepi.

HENING.
Apa bila kita dapat melakoni semua tahapan seperti tersebut diatas dan memaknai serta menerapkan di dalam kehidupan sehari hari niscaya kita akan menjadi orang yang berpikiran hening (jernih), disaat pikiran hening semua permasalahan akan sirna pelan-pelan. Ada untaian kata-kata yang indah pernah saya baca dan senada dengan masalah yang kita uraikan diatas adalah; HNING, HNENG, ELING, AWAS. Bila kita lihat urutannya secara pertikal; Hning berposisi paling atas Awas paling bawah. Sebab situasi itu merupakan ajaran dari Tuhan. Hning itu salah satu sifat Tuhan yang kita akan cari atau wujudkan di dalam hidup ini, maka untuk mencari hning itu dari kita manusia harus melalui Awas (waspada) duluan, kemudian setelah kita dapat melakoni kewaspadaan dalam hidup ini baru mencapai Eling ( ingat/sadar ), setelah sadar baru kita mencapai Hneng ( tenang ), terakhir pasti kita mencapi situasi Hning ( Jernih ). Tak ubahnya pikiran kita seperti air di sebuah tempayan, bila air itu jernih dan tenang akan jelas dapat dilihat bayangan Bulan yang amat indah dan menyejukan.

Demikian seklumit buah pikiran saya didalam menyikapi keberadaan jaman seperti sekarang melalui tinjauan makna hari suci nyepi lewat konsep; "NYEPI, SEPI DAN HENING TANGGA KEDAMAIAN."
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM

SI BURUNG NURI TELAH MENDEKATI KEMATIANNYA


OM SWASTIASTU.
Para pembaca dan saudara-saudaraku yang tercinta, masihkah saudara ingat pada rubrik ini saya pernah menulis cerita ; SI BURUNG NURI yang menukar bulu sayapnya dengan cacing yang di bawa oleh si Tikus? Mudah-mudahan masih ingat.
Berkat mimpi saya yang sangat mengerikan, maka saya ingin mengulasnya lagi cerita tersebut. Sebab cerita teresebut sangat mirip dengan mimpi saya. Seiring dengan cerita tersebut saya semakin jelas rasanya menjadi kenyataan, Khususnya di di Bali yang kita sangat cintai ini. Pada suatu hari saya dimohon untuk memberi Dharma Wacana di sebuah Desa di pegunungan, umat disana akan mengadakan upacara memungkah. Desa tersebut walaupun berposisi di pegunungan namun keindahan alamnya rasanya tidak ada duanya di dunia menurut saya, maka tamu manca negara silih berganti mengunjunginya, demikian pula tamu domestik. Mereka ke sana sudah pasti menikmati keindahan alam, yang mana sawahnya berundak-undak menambah asrinya lingkungan disana. Saya sebagai orang Bali sangat kagum dan bahagia diwarisi alam yang indah seperti itu.
Namun disaat saya melintas di tempat yang indah itu, hati saya tersentak dan langsung sedih. Sebab saya ingat memberikan tugas kepada pengiring saya mencatat kalau disepanjang jalan dari Blahbatuh menuju ke Desa itu, bila ada umat yang keluar dari rumahnya berjalan di tepi jalan yang saya lalui apakah mereka sedang ke pasar atau kemana, memakai kain (mekamen, bahasa Bali). Disitulah pengiring saya menyampaikan hasil catatannya, ternyata yang keluar rumah memakai kain hanya 4 orang, yang lainnya memakai celana pendek, apakah itu anak muda, orang tua nenek-nenek, kakek-kakek semuanya bercelana pendek. Dan tidak terhitung anak gadis kita yang cantik-cantik naik motor sekarang sudah memakai celana pendek (sependek pendeknya). Perjalanan saya dari Blahbatuh kesana memakan waktu 1,5 jam pakai mobil berkecepatan rata-rata 60 km per jam.
Pada saat itulah saya ingat kembali kepada cerita saya yang pernah dimuat di media ini berjudul SI BURUNG NURI. Saya tidak menghindar apa lagi menolak kemajuan jaman dan teknologi, namun yang saya inginkan mengikuti kemajuan jaman dan kemajuan teknologi jangan sampai menghilangkan budaya sebagai identitas dan warisan leluhur yang di kagumi oleh orang-orang diseluruh dunia. Bali ini sangat terkenal dan dikenal berkat; Budaya, seni, adat istiadatnya yang dijiwai oleh tattwa agama Hindu. Dari situlah gemercingnya dolar, euro dan yen di Bali. Apa artinya Bali tanpa itu tidak ada keunikan yang bisa diandalkan.
Sawah yang menunjang kehidupan kita, kehidupan beragama Hindu (agraris), sudah hampir habis dijual di kapling-kapling, Budaya berbahasa Bali sudah hampir sirna, menurut saya bahasa Bali itu adalah bahasa yang mengadung makna yang amat dalam perlu diteliti untuk mengetahuinya. Budaya menulis Bali sudah amat langka, sedangkan tulisan Bali sarat dengan ajaran kerokhanian, Budaya sanggul (pusung) bagi Ibu-ibu sudah semakin langka, budaya berpakaian adat semakin dijauhi, budaya nonton arja, nonton wayang, nonton joged, nonton Sang Hyang dan tarian yang lainnya yang diwarisi oleh leluhur kita semakin langka. Apa lagi sekarang saya lihat adanya baju kebaya bertangan seperempat (tuklung bahasa Balinya), rasanya kurang pas di bawa ke pura, itu yang sedang digemari dan ditonjolkan. Inilah yang saya kaitkan dengan cerita burung nuri terdahulu.
Lalu siapa yang harus melestarikannya? Dari mana kita harus mulai? Kalau hal ini tidak cepat di tanggulangi, maka kehilangan budaya selain sulit untuk mengembalikan juga kehancuran kita semakin mendekat. Bila ada yang bertanya; Mengapa Pedanda berbicara soal budaya, adat dsb? Jawabannya adalah; karena agama Hindu yang kita anut dalam pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari budaya, adat dan seni sebagai medianya.
Sekian dulu tulisan ini, nanti bila diperlukan saya akan lanjutkan dengan tulisan; MENGEMBALIKAN EXISTENSI KEHIDUPAN BURUNG NURI.
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM. SUKSMA.

CERITA SI BURUNG NURI

Om Swastiastu,
Pada kesempatan yang amat baik ini saya ingin berbagi cerita dengan saudara-saudara yang saya amat banggakan. Cerita ini adalah cerita anak-anak, namun menurut saya cerita ini banyak sekali mengandung makna. Tetapi sebelumnya saya minta maaf jika ada diantara saudara yang kurang berkenan atas cerita ini, namun saya tetap menganggap cerita ini merupakan sebuah sarana guna mempererat tali persahabatan. Adapun ceritanya adalah sebagai berikut;
Ada seekor burung nuri yang amat cantik, bulunya berwarna kuning keemasan di dadanya, hijau kebiru-biruan dipunggungnya, paruhnya berwarna merah sama dengan warna kakinya, matanya merah. Suaranya melengking dan ekornya panjang serupa dengan ekor burung srigunting. Setiap hari burung nuri itu terbang melayang-layang diangkasa sambil bersuara melengking memamerkan bulunya yang amat indah dipandang mata. Banyak orang yang terpikat oleh kecantikan dan keindahannya, ada yang ingin memilikinya, ada pula yang hanya ingin menikmati kecantikannya hanya lewat memandang saja, dan ada pula yang memotretnya. Tidak ada burung nuri secantik itu selain dia, namun ada juga kekurangnya (kejelekannya) burung itu, walaupun dia cantik dipandang mata, tetapi dia sangat senang makan cacing tanah, bahkan sangat rakus bila menyantap cacing tanah. Setiap hari dia terbang berputar putar sambil melihat kebawah mengamati cacing tanah yang sedang keluar dari sarangnya untuk dimakan.
Pada suatu hari, seperti biasa dia terbang melayang-layang sambil mengeluarkan suaranya yang nyaring, lalu dia melihat seekor tikus sedang menarik gerobak penuh berisi cacing tanah, maka si nuri segera menurunkan ketinggian terbangnya pelan-pelan tak ubahnya seperti pesawat terbang yang mau mendarat, akhirnyaya si burung nuri itu bertengger di pinggir gerobak yang ditarik oleh si tikus. Oleh karena si burung nuri tidak tahan nafsu makannya, ingin segera menyantap cacing tanah itu, maka dia bertanya kepada si tikus, begini kata burung nuri; Hai sahabatku tikus mau kemana kau menarik gerobak berisi cacing tanah sebanyak ini. Si tikuspun menjawab dengan santai; Saya hanya ingin berkeliling-keliling saja sambil melihat pemandangan yang indah. Si nuri lagi bertanya; Apa saya boleh membeli beberapa ekor cacing yang kamu bawa ini? Si Tikus menjawab: Maaf sahabatku saya tidak menjualnya. Si nuri; Kalau begitu boleh saya minta satu ekor saja? Si tikus; tidak juga. Si nuri lagi mendesak bertanya; Apa yang harus saya lakukan agar saya dapat satu ekor cacing tanah kamu itu? Si tikus menjawab lagi; Kalau kamu mau cacing tanahku ini hanya boleh ditukar dengan satu batang bulu sayapmu untuk satu ekor. Lalu si nuri menjawab dengan tegas; Yaaaa!!!! benar begitu?, kalu benar gampang kok tidak dari tadi kau bilang seperti itu.
Kemudian si nuri sempat berguman didalam hatinya; " satu batang bulu sayap dicabut, toh nanti akan tumbuh lagi." Lalu dengan tidak berpikir pajang lebar lagi si nuri mencabut satu batang bulu sayapnya, ditukar dengan satu ekor cacing tanah, kemudian si nuri terbang menuju dahan pohon yang rindang untuk menikmati santapan sedap itu. Karena dia kekenyangan lalu dia tidur, di saat tidurnya yang amat lelap si nuri bermimpi tentang enaknya rasa cacing tanah tadi, maka setelah dia bangun perutnya merasa lapar lagi, pikirannya tertuju pada si tikus, lalu dia terbang mencari-cari sitikus untuk nukar bulu sayapnya dengan cacing, singkat cerita bertemu dia denga si tikus, lagi dicabut dua bulu sayapnya kemudian ditukar dengan dua ekor cacing, yang seekor lagi untuk persiapan makan besoknya.
Nah lanjut ceritanya, setelah dua hari kemudian si burung nuri lagi berpikir, agar tidak setiap hari mencari si tikus, akan lebih baik sekalian saja tukar sepuluh bulu sayapku untuk persiapan sepuluh kali makan enak. Lalu si nuri lagi menemui si tikus untuk nukar sepuluh bulu sayapnya, singkat cerita sesudah mendapatkan sepuluh cacing tanah si nuri mencari wadah untuk membawanya, semua cacing tanah dimasukan ke wadah tas plastik, lalu dia terbang, ternyata dia si nuri tidak kuasa terbang karena bulu sayapnya yang berjumlah dua belas kiri kanan telah habis dicabut sendiri untuk nukar cacing tanah. Lalu si nuri minta tolong pada si tikus untuk membantu agar dia bisa terbang, namun si tikus menjawab; itu bukan urusa saya, itu sepenuhnya urusan kamu.
Kemudian si nuri mencoba terbang berkali-kali jatuh, lalu datanglah si kucing lapar, melihat si nuri tidak bisa terbang maka sikucing sangat bahagia mendapt makanan gratis, diterkamlah si nuri dan lajut dimakan oleh si kucing, tamatlah riwayat si nuri yang di bangga-banggakan mati karena ketidak mampuannya mengendalikan nafsunya. keindahan dan kecantikan si nuri berakhir dimulut kucing, atas jasa si tikus. Demikianlah cerita si nuri, mudah-mudahan para pembaca berkenan dan dapat menjadikan hiburan cerita ini.
Om, Santih, Santih, Santih, Om

BERLATIH UNTUK MENJAGA SIFAT DEWATA DALAM DIRI


OM SWASTIASTU,
Manusia memiliki sifat yang sangat kuat dalam dirinya yaitu; kebiasaan. Semestinya sifat seperti itu sangat perlu dipertahankan dan dikembangkan ke arah yang positif. Artinya kebiasaan itu dapat menciptakan kebahagiaan di atas bumi ini, dengan cara mengikuti petunjuk Ida Sang Hyang Widhi yang telah tertuang dalam ajaran Agama Hindu. Lalu bagaimana mengembangkan kebiasaan yang positif? Sebenarnya kita tidak perlu terlalu jauh berfikir, cukup dengan cara yang sederhana yaitu; sembahyang dan meditasi.
Semakin sering kita mendekatkan diri kepada Tuhan melalui sembahyang dan meditasi maka kita telah membuka diri kita untuk dialiri dengan sifat - sifat Dewata yang secara otomatis juga akan menjauhkan sifat - sifat Bhutakala dari diri kita. Hal ini pedanda dapatkan dari sebuah rumusan yang sederhana, yaitu ketika pedanda melihat seorang anak kecil yang memainkan dua buah balon gas yang terhubung tali satu sama lain. Ketika si anak kecil tersebut menarik balon berwarna putih, maka secara otomatis balon yang berwarna hitam menjadi menjauh, begitu pula sebaliknya. Hal ini pedanda hubungkan dengan sifat yang ada pada diri manusia, yaitu sifat Dewata dan Bhutakala. Bila manusia menarik sifat Dewata maka sifat Bhutakana menjauh, demikian pula jika manusia menarik sifat Bhutakana maka sifat Dewata akan semakin menjauh. Dengan bersembahyang secara rutin, itu berarti kita telah menarik sifat Dewata ke dalam diri kita yang akan menjauhkan sifat Bhutakala. Jika diikuti dengan perilaku sehari - hari yang penuh kesabaran, kasih sayang dan pemaaf, maka sifat Dewata akan terjaga dan semakin tumbuh subur dalam diri kita.
Mungkin ada yang bertanya, apa perbedaan antara sembahyang dan meditasi? Secara garis besar Pedanda dapat memberikan pemahaman sebagai berikut; jika kita bersembahyang maka kita memusatkan pikiran menuju Sang Hyang Widhi, sedangkan jika kita bermeditasi maka itu artinya kita telah membuka hati kita untuk didatangi Sang Hyang Widhi dan menstanakan beliau di sana. lalu manakan yang lebih baik? Keduanya harus dilakukan dengan secara seimbang, ibarat melihat dua sisi mata uang yang jika hanya dilihat satu sisi nilainya tidak akan bebeda atau menjadi dua kali lipat jika kita melihat kedua sisnya, namun dengan melihat kedua sisi maka kita mengetahui bentuk uang yang seutuhnya. Dengan melakukan keduanya secara seimbang maka kita akan dapat menikmati kebahagiaan di dalam hidup sebagai benteng terjaganya sifat Kedewataan dalam diri kita.
Sesungguhnya dalam diri manusia unsur Ketuhanan telah bersemayam yang dalam sloka disebutkan dengan "Aham Brahma Asmi" yang semestinya hal tersebut tercermin dalam perilaku kita sehari - hari. Inilah yang semestinya kita sadari dan ditumbuh kembangkan melalui sembahyang dan meditasi serta ditunjang dengan penerapan sifat kesabaran, cinta kasih dan pemaaf. Yang tidak kalah pentingnya juga adalah memilih makanan, karena makanan adalah sumber energi yang akan mempengaruhi jiwa. Makan dan minumlan makanan yang sukla atau tidak cemer, yang mulai proses pembuatanya, alat - alat yang digunakan untuk memasak dan juga menghidangkan, dan juga kondisi lingkungan tempat makanan itu dibuat. Agama hindu sangat menekankan akan pentingnya kesucian dan menghindari hal - hal yang cemer atau leteh, karena menjaga sifat Dewata dalam diri harus dilakukan secara sekala dan niskala.
OM, SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM

N Y E P I

OM SWASTIASTU
Sebentar lagi tepatnya hari Sabtu tanggal 21 Maret 2015, umat Hindu diseluruh Indonesia melakoni hari suci NYEPI. Hari suci ini datangnya setiap satu tahun sekali yaitu tahun Saka. Sehingga secara dangkal bisa disebut hari untuk menyambutan tahun baru Saka. Nyepi tepatnya dilaksanakan di hari pertama sasih (bulan) kedasa, sasih kedasa (kesepuluh) sebagai sasih pertama dari tahun Saka, dan sasih ke sanga (sembilan) adalah sasih terakhir atau sasih berakhirnya tahun saka terdahulu. Hal ini banyak sekali menimbulkan pertanyaan, kenapa begitu? Kenapa tidak di bulan ke 12 seperti tahun masehi? Jawabannya adalah memang seperti itu hukumnya tahun Saka itu. Namun ada juga maknanya; Sebab setiap sasih ke sanga disebutkan sasih panca roba (sasih kotor), jadi keadaan alam di saat sasih ini sangatlah kotor (sekala dan niskala), sebab sudah melalui 12 bulan perputaran dari tahun Saka yang terdahulu, sehingga tahun saka yang datang diawali dengan sasih kedasa ( kedas + a ), kedas (bhs Bali artinya bersih). Banyak lagi tafsir-tafsir tentang hal itu.
Hari suci nyepi mempunyai makna : HNENG, HNING, ELING, AWAS. keempatnya ini semestinya dilaksana setiap nyepi ( juga di dalam kehidupan sehari-hari ), HNENG artinya Tenang, HNING artinya jernih, ELING artinya sadar, dan AWAS artinya waspada. ke-empatnya ini dimulai dari pikiran. Sebab di dalam situasi seperti itu kita dapat memaknai hidup ini dengan tepat, dan memandang masa depan dengan jelas. Serangkaian dengan hal itu, jangan lupa menanamkan di dalam diri kita masing-masing hal-hal sebagai berikut;
1. Bhakti terhadap Tuhan dg segala manifestasinya, serta terhadap leluhur.
2. Cinta terhadap sesama manusia tidak memandang Ras, Suku dan agama.
3. Kasih terhadap alam lingkungan.

Hneng, Hning, Eling dan Awas itu bisa mewujudkan karakter seperti itu, dan sebaliknya karakter seperti itu akan mengarahkan kita ke alam Hneng, Hning, Eling dan Awas. Oleh karena itulah hari suci umat hindu tidak berdiri sendiri, demikian pula hari suci nyepi ada rangkaiannya, sebelum dan sesudahnya.
Rangkaian hari Suci Nyepi;
1. Mekiyis.
2, Tawur (kesanga),
3. Sipeng (nyepi),
4. Ngembak Gni.

Semua rangkaian ini bermakna antara lain; 1. Mekiyis (melasti/makekobok), Makna utamanya adalah Rasa Bhakti terhadap Tuhan dgn segala manifestasinya. Sehingga mekiyis defenisinya di dalam lontar Sundarigama, lontar Swamandala adalah; ....
IDA BHATARA DALEM KAIRING DENING KAHYANGAN-KAHYANGAN, DANGKA-DANGKA, MWANG PANJAK SAGEREHAN ALELASTI KESEGARA, ANGANYUDIN MALANING BHUMI, ANGAMET TIRTHA AMERTA RI TENGAHING SEGARA DI PULO MANYETI......
Kalau kita semak secara dangkal dapat dimaknai upacara itu sebagai upacara timbal balik antara Bhakti dengan asih. Yaitu manusia Bhakti dan Tuhanpun akan asih. Ini artinya serasi dan selarasnya hubungan manusia dengan Tuhan.
Setelah itu ada upacara tawur, upacara ini tergolong upacara Bhuta Yadnya yaitu Menetralisir (nyomya), energi negatif dari alam menjadi energi positif yang dapat membantu manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dengan bahagia. Ini ada makna yang terkandung keserasian hubungan manusia dengan alam, bila manusia tidak menaruh kasih kepada alam, maka alampun akan semakin mengganas terhadap manusia itu sendiri.
Keesokan harinya kita umat Hindu, melakoni sipeng dengan catur bratha panyepiannya, yang dapat mewujudkan karakter Hneng, Hning, Eling dan Awas. Mengarungi kehidupan berlandaskan kedamaian dan kebahagiaan. Ini berarti hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Sebab semuanya harus diawali dari diri sendiri.
Yang terakhir adalah Hari Ngembak Gni; ini menyelaraskan hubungan manusia antar manusia yang dilandasi oleh prilaku; Yang pinter memberitau yang bodoh, yang kuat membantu yang lemah, yang kaya membantu yang miskin, dan yang sehat membantu yang sakit.
Ada beberapa hal penting saya ingat kaitannya dengan nyepi, disaat saya merenung muncul di hati saya pikiran begini; Kalau saja konsep nyepi ini bisa dilakukan di seluruh dunia atau di Indonesia, maka banyak hal yang bisa memberikan pengaruh positif, bukannya saya ingin mempengaruhi orang dengan ajaran Hindu, sama sekali tidak. Yang saya katakan konsepnya, tentang namanya silahkan. Sebab disaat Nyepi (khususnya di Bali), berapa liter bahan bakar dapat diirit, sebab semua orang di Bali pada hari itu tidak menggunakan kendaraan, pabrik-pabrik, industri-industri semuanya stop. Kalau umpamanya kesehariannya di Bali menghabiskan 100 liter bahan bakar, maka disaat Nyepi dapat mengirit 100 liter dan pada saat itu polusi udara sudah pasti menurun. Binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan dapat hidup bebas satu hari, sampai semutpun berkeliaran di jalan tidak ada yang melindas, karena manusia sedang tidak beraktifitas. Alangkah damainya hidup ini. TERIMA KASIH PARA PENDAHULUKU YANG MENCANANGKAN KONSEP NYEPI, SAYA DIBIKIN TERUS BANGGA MENJADI ORANG HINDU. Walaupun disana-sini masih ada kekurangannya namun secara garis besarnya hari Nyepi memberi manfaat positif kepada manusia dan alam lingkungan kita.
Oleh karena itu melalui tulisan ini saya menghimbau dan mengajak saudara-saudara untuk melakoni Hari suci Nyepi dengan baik, jangan berbuat sesuatu yang dapat menodai hari yang kita sucikan. Kepada pemerintah saya ucapkan terima kasih atas dukungannya di segala bidang, terutama menutup bandara dan pelabuhan serta menutup semua jenis transportasi, menutup penyiaran media di saat Nyepi.
SELAMAT MENYAMBUT TAHUN BARU SAKA 1937
OM, SHANTIH, SHANTIH, SHANTIH, OM

CATUR BRATHA PENYEPIAN, DARI KITA, OLEH KITA UNTUK KITA.


OM SWASTIASTU.
Sebentar lagi umat Hindu akan menyucikan Hari Nyepi, yang datangnya setahun (saka) sekali. Pada hari itu kita akan tutup tahun saka 1936, dan memasuki atau membuka lembaran baru tahun saka 1937. Apa yang bisa kita lakukan? Hari Nyepi ini datangnya rutin setiap tahun, agar jangan monoton setiap tahun tidak ada perkembangan terutama perkembangan moralitas. Apa lagi sekarang umat Hindu menyebar diseluruh Indonesia. Bagaimana saudara kita yang ada di luar Bali, terutama di daerah yang umat Hindunya sedikit. Bagaimana dia melakoni Penyepian? Sudah pasti mereka tidak akan bisa melakoni Catur Bratha Panyepian seperti di Bali. Namun jangan kaget, sesuai dengan apa yang pernah saya lihat langsung, bahwa pelaksanaan Penyepian di luar Bali itu lebih terasa secara bathiniah. Maaf di Bali masih lebih terasa secara luarnya saja. Maaf sekali lagi walaupun tidak semua umat Hindu di Bali melakoni catur bratha panyepian itu ada kadarnya, namun masih ada yang begitu walaupun telah banyak pula yang tekun melakoni catur bratha panyepian dengan sungguh-sungguh. Maunya saya agar di Bali semua Umat Hindu saat hari Nyepi itu dengan tekun, taat dan disiplin melakoni catur bratha penyepian itu supaya tidak perlu lagi adanya petugas yang mengawasi. Apa sebab saya mempunyai pemikiran seperti itu? ada alasan saya:
1. Kita harus menghargai, menghormati dan bangga atas keputusan pemerintah menjadikan Nyepi itu dijadikan hari libur nasional.
2. Kita harus menghargai, menghormati, dan bangga atas perjuangan Pemerintah Propinsi Bali didalam memberikan kesempatan sekaligus menghormati Hari Suci Kita dengan menutup Bandara, pelabuhan, dan menyetop lalu-lalangnya kendaraan di jalan, dan menyetop pengusaha agar tidak beraktifitas selama 24 jam disaat Penyepian.
3. Bila kita berbicara Hindu, masih terasa Balinya walaupun Hindu itu tidak saja di Bali, namun kelengketannya masih terasa. Sehingga kita harus sadar menjadi umat Hindu yang masih di Bali, sudah dapat dipastikan kita menjadi barometer dari pelaksaan Kehinduan kita. Untuk itulah sekarang saya mengajak saudara-saudara saya memaknai Catur Bratha Penyepian itu melalui konsep; Dari kita, oleh kita, dan untuk kita. Kalau tidak kita memulai, siapa lagi???
DARI KITA;
Kalau kita amati dan resapi pelan-pelan,muncul pertanyaan: APAKAH YANG MENJADI KEWAJIBAN POKOK SEBAGAI PEMELUK AGAMA (HINDU)??? Jawabannya menurut saya adalah; siapapun memeluk agama apapun, mereka mempunyai kewajiban pokok UNTUK MENTAATI DAN MELAKONI AJARAN AGAMANYA DENGAN BENAR. Maka dari itu kita yang memeluk agama Hindu, apa lagi dari kelahirannya Hindu memiliki kewajiban dan tanggung jawab atas pelaksanaan ajaran agama kita. Maaf kalau mereka hanya beragama di KTP saja, ya pantaslah tidak memiliki kewajiban dan tanggung jawab. Oleh karena Nyepi itu adalah salah satu ajaran agama Hindu, maka kita harus mentaatinya dengan cara melakoni persyaratannya dengan benar (Catur Bratha penyepian). Disini saya tidak lagi menguraikan unsur yang disebut catur bratha panyepian, sebab sudah terlalu sering dikatakan, dan saya anggap semua umat Hindu sudah tau kecuali bayi, dan umat yang tidak sadar. Menurut saya apa sih susahnya untuk diam dan tidak beraktifitas selama 24 jam dalam setahun? Biasanya banyak orang mengeluh dalam kesehariannya karena mereka kurang istirahat, dan ada juga yang sampai sakit karena kurang istirahat. Kalau tidak dari kita yang mau mengistirahatkan diri kita siapa lagi yang disuruh? Namun istirahat di sini artinya tidak sama dengan istirahat dalam kelelahan. Istirahat yang mengandung arti mengenang dan memuja kebesaran Tuhan. Melihat dan mengevaluasi diri sendiri untuk meningkatkan subhakarma di tahun baru nanti.

DENGAN MEMBACA DAN MENDENGARKAN KISAH AJARAN YANG TERKANDUNG DI DALAMANYA, MAKA ORANG YANG BAIK BERUBAH MENJADI ALIM DAN SUCI. DENGAN APAPUN ORANG ITU AKAN SEGERA MENCAPAI KESADARAN SIWA. (Siwa Purana. 13. 12).
Artinya disaat Nyepi semua aktifitas kita harus dicurahkan kepada kebesaran Siwa (Tuhan), baik dengan membaca, mendengarkan atau dengan memujanya melalui lagu-lagu yang mengarah kepada kemaha kuasaan dan kesucianNya, maka secara pelan-pelan setiap tahun (setiap saat) kita lakukan kita akan sampai kepada kesadaran Siwa. Hentikan mengumbar hawa nafsu, hentikan aktifitas, hentikan menghibur diri, hanya 24 jam dalam setahun. Untuk kita memberikan tubuh kita jiwa kita kesempatan menghayati asalnya yang mana asalnya itu juga yang menjadi tujuannya hidup. Semuanya itu harus dimulai dari diri kita sendiri, sebab kita semua lahir sendiri dan pulangpun sendiri nanti, disini kita harus mencari bekal yang bermanfaat untuk kita bawa pulang nanti.
OLEH KITA;
Seperti apa yang saya uraikan diatas, siapa yang semestinya melakoni semua itu? Jawabannya pastilah kita. Sebab kalau diruntut kebelakang dengan beberapa pertanyaan; Siapa yang menyuruh kita meyakini Tuhan melalui ajaran Weda? Untuk apa kita meyakininya kalau kita tidak mau melakoninya? Menurut pendapat saya, dari mulai kita sadar sebagai penganut ajaran agama Hindu, maka kita sudah merasa mempunyai kewajiban dan tanggung jawab kepada diri sendiri untuk melakoninya. Dengan sendirinya sesuai dengan kemampuan serta ruang dan waktu. Inilah yang perlu kita pahami.

UNTUK KITA.
Sesuai dengan makna dari hukum karma phala, maka barang siapa yang berbuat apa saja, mereka sendirilah yang akan mendapatkan karmanya. Pahala dari karma seseorang tidak bisa diwariskan, tidak bisa dijual, digadaikan apa lagi dicuri. Maka dari itulah untuk memantapkan pelaksanaan catur beratha penyepian itu, kita pahami dari sudut; Dari kita, oleh kita dan untuk kita. Terutama saya mengajak generasi muda untuk bisa menjadi pelopor, sebab tumpuan harapan saya untuk masa depan adalah para generasi muda. Karena saya sendiri sadar bahwa saya sudah tua, tak ubahnya seperti matahari yang menunjukan pukul 4 sore, dia akan menunggu terbenamnya saja. anda lah nantinya yang memegang tanggung jawab di kemudian hari.

Mungkin banyak uraian saya tadi kurang memuaskan anda, dan tidak terlepas dari segala kekurangan dan kesalahannya saya mohon maaf. semoga seklumit ajakan saya bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi anda. Yang terpenting anda para pembaca dapat menangkap jiwa dari pada tulisan saya. Mari kita tunjukan bahwa Hindu adalah ajaran agama yang mampu membangkitkan dan mewujudkan kedamaian dan kebahagiaan bersama. Bagi umat Hindu yang berada diluar Bali yang lingkungannya tidak seperti di Bali, saya harapkan melakoni makna nyepi itu di dalam hati nurani sendiri dengan mengambil tempat di tempat suci atau di dalam kamar sendiri.
OM, SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM