Friday, June 28, 2013

APAKAH DOSA ITU BISA DI TEBUS?

https://www.facebook.com/Ida.Pedanda.Gede.Made.Gunung?fref=ts

Om Swastiastu.

Saudara-sadaraku yang berbahagia, setiap hari rasanya saya ingin berkomunikasi dengan anda, karena saya merasakan sesuatu yang banyak saya dapati melalui komunikasi kita. oleh karena itu sekarang saya ingIn menyampaikan sesuatu yang sering saya dapati saat memberikan Dharma Wacana berupa pertanyaan. Dari sekian banyak yang menanyakan pertanyaan sejenis maka terketuk hati saya untuk menulis di media ini, guna dapat berbagi pengalaman dan pengetahuan sesama kita. Dan dari sekian penanya juga saya sangat tertarik untuk menyimpulkannya walaupun kemungkinan kesimpulan saya ini tidak benar seratus persen. Namun ada baiknya juga kita pahami bersama, guna dapat pemahaman yang senada dan dapat meningkatkan Sradha Kita sebagai pemeluk agama Hindu. Kesimpulan saya sementara; masih banyak dari kita belum tau tentang DOSA, dan bagaimana DOSA itu terjadi, serta apa yang bisa kita lakukan atas dosa itu? Untk itulah saya memberanikan diri untuk mengulasnya seklumit disini, mudah-mudahan ada manfaatnya.

DOSA.
Dosa adalah sesuatu yang didapati atas dasar prilaku yang melanggar norma-norma agama, norma-norma keyakinan terhadap Tuhan, norma-norma hukum yang berlaku,dan norma-norma sosial.

Disini akan diuraikan Dosa atas pelanggaran norma-norma tersebut diatas dari sudut ajaran agama Hindu. Tujuannya adalah agar saudara-saudara saya yang meyakini dan memeluk agama Hindu tidak salah memahaminya.Selanjutnya dapat mengindari sebanyak mungkin hal-hal yang dapat menimbulkan dosa di dalam hidup ini, sehingga tujuan hidup kita bisa semakin dekat dapat kita capai.

Terjadinya dosa itu diawali oleh PAPA arti bebasnya adalah kegelapan, Papa ini terjadi karena adanya KLESA, yang artinya kekotoran. Setelah keduanya itu ada pada kita maka dosa itu pasti terjadi atau pasti kita dapati. Disini saya akan mencoba memberikan contoh, yang bertujuan lebih memperjelas pengertian. Contoh; Seseorang yang berjalan di jalan yang gelap dan ditambah lagi kaca mata yang dipakai kotor berdebu,maka dia akan kesandung kakinya. Nah; Jalan gelap itu contoh dari Papa, Kaca mata kotor itu contoh dari Klesa, dan kesandung itu adalah contoh dari Dosa. jadi kita yang punya pikiran terlalu banyak klesanya sehingga terjadi gelap pikiran, maka dosa itu akan sangat gampang mewarnai hidup kita. Sehingga kesadaran semakin hilang dan hidup ini semakin jauh dari tujuannya. Akhirnya kita dapat dikatagorikan hidup sia-sia atau dikatakan tidak mampun memaknai hidup ini. Demikianlah secara singkat dapat saya jelaskan tentang dosa dan terjadinya dosa itu sendiri.

APA YANG MENJADI PENYEBABNYA SEHINGGA TERJADI PAPA DAN KLESA ITU?

Papa dan klesa itu bisa terjadi karena ketidak yakinan kita terhadap Tuhan dengan segala ajaran Dharmanya. Lalu siapa yang bisa mengukur keyakinan seseorang? Yang bisa mengukur dan mengetahuinya adalah mereka sendiri, orang lain tidak mungkin bisa tau. Apa lagi banyak orang yang pinter bertiori agama, bertiori Ketuhanan, dan Banyak pula ada yang menganggap dirinya paling berkeTuhanan, sangat sulit untuk mengukurnya. Terjadinya papa dan klesa itu disebabkan ketertarikan mereka atas benda keduniawian, dan sampai mengikat hidupannya. Walaupun mereka sudah tau bahwa manusia diajarkan tertang; Dharma, Artha, dan Kama. Kalau di dalam hidupnya mereka masih mengikuti kemauan artha dan kama, akhirnya muncul salah satu pemikiran dari sepuluh pemikiran yang dilarang ( ajaran Dasa Sila atau ajaran Karmapatha) yaitu; MENGINGINKAN MILIK ORANG LAIN. Pemikiran seperti inilah yang dapat dikatagorikan sebagai bibit unggul dari papa dan klesa.

Apa bila pemikiran ini ditindak lanjuti melalui pelaksanaan, seperti misalnya; Mencuri, merampok, korupsi, berselingkuh, dan sebaginya tindakan yang sejenis dengan itu Nah disitulah disebut dosa. Maka dari itu bila di dalam hidup ini kita mendekat kepada artha dan kama, maka dharma akan semakin jauh, dan bila kita mendekat dan menjadikan dharma itu sehabat sejati, maka artha dan kama akan datang sesuai hasil seleksi dari Dharma itu sendiri. Banyak lagi akan terjadi dosa-dosa yang diakibatkan oleh papa dan klesa, selama kita tidak mampu bersahabat dengan Dharma. Memang hal ini sangat mudah diucapkan, namun asal ada kemauan secara pelan dan pasti akan bisa kita lakoni, dan lama kelamaan menjadi gampang.

APA DOSA ITU BISA DITEBUS?

Nah disinilah letak pokok uraiannya saya. Pertanyaan seperti ini seringkali saya dapati. sebab kelihatannya penebusan dosa itu adalah kata yang tepat. Ya mungkin kalau dilihat dari keyakinan lain. Namun didalam keyakinan Veda yang di jabarkan melalui itihasa Mahabaratha, kelihatannya DOSA ya tetap DOSA. Contohnya Yudistira: Dosanya hanya sedikit yaitu membilang " Aswatama mati... tapi g...a...j...a..h", sebegitu saja kesalahannya dosanya dinikmati di alam sana yaitu kaki Yudistira tenggelam dilumpur neraka. Nah kalau begitu kalimat apa yang dipakai untuk menggantikan " penebusan dosa " itu. Menurut saya, Dosa tetap dosa, namun dosa dapat diimbangi dengan prilaku yang baik dan benar menurut ajaran Agama (Tuhan).

.....IKANG ASUBHAKARMA TINENTASAKEN DE SUBHAKARMA MANGKANA KRAMNANING DADI WWANG..... kurang lebih demikian saya penah baca di dalam kitab Sarasamuscaya yang di tulis oleh Bhagawan Wararuci, ini sebuah kitab kesayangan saya. Selanjutnya saya akan memberikan sebuah ilustrasi; JIKA KITA MENEBUS BPKB. KITA AKAN DAPAT BPKB. JIKA KITA NEBUS SERTIPAKAT TANAH, KITA AKAN DAPAT SERTIPIKAT TANAH. JIKA KITA NEBUS DOSA KITA AKAN DAPAT DOSA. Kalau begitu untuk apa menebus dosa, kitapun tidak merasa pernah menggadaikan dosa, Kalau di umpamakan kebenaran itu (tidak dosa) segelas air jernih, maka dosa itu setitik tinta. maka jika tinta setetes mengenai air jernis segelas tadi, maka warna air akan biru. maka untuk menghilangkan warna biru, bisa ditambah air jernih terus sampai hilang warna birunya. Tetapi bila kita bawa ke laboratorium air itu, unsur-unsur zat tintanya masih, tidak akan hilang. Demikian pula orang yang pernah kesandung kakinya, akan tidak pernah lupa akan peristiwa itu.

Yang bisa dihilangkan di dalam hidup ini adalah Papa dan Klesa itu dengan cara mengikuti ajaran keTuhanan dengan yakin, tekun dan desiplin. Kalau papa dan klesa sudah hilang (kotoran dan gelap hilang), maka dosapun tidak akan berani mendekat. Jangan lupa; ..... Papaham papa karmaham, papatma papa sambawah.............. tolong camkan maknanya.

Demikanlah uraian saya mudah-mudahan ada manfaatnya.

OM SANTHIH,SANTHIH, SANTHIH SANTHIH, OM.

TUMPEK WARIGA (UDUH/BUBUH)

Om Swastiastu.

Saudara-saudara yang saya banggakan, hari ini tepatnya hari Sabtu tagl; 2 Maret 2013 adalah hari suci Tumpek Wariga. Tumpek wariga bisa juga disebut; Tumpek Uduh, Tumpek Pengatag, Tumpek Bubuh, mungkin ada nama lain lagi yang saya belum ketahui. Pada hari ini umat Hindu melakukan upacara persembahan kehadapan Dewa Sangkara, menyampaikan rasa syukur karena dengan adanya tumbuh-tumbuhan, manusia bisa hidup di bumi ini. Dan juga menyampaikan rasa terima kasih dan kasih sayang kepada tumbuh-tumbuhan bersaranakan bebantenan. Hari suci Tumpek Uduh merupakan eplementasi dari ajaran Trihita Karana, dan ajaran memanusiakan alam dan lingkungan.

BEBERAPA MASALAH
 
Dewasa ini telah kelihatan adanya gejala umat Hindu melupakan tentang apa yang harus dilakoni saat tumpek uduh. Alasannya: tidak lagi punya pohon kelapa, Saya tinggal di BTN, dan lain sebagainya, yang semuanya itu hanya merupakan wujud nyata ketidaktahuan mereka, atau wujud nyata dari kemalasan. Dengan demikian mereka tidak merasa dosa-dosa telah menempel di karma mereka. Kasih sayang kepada tumbuh-tumbuhan merupakan bagian dari meyakini Tuhan. Untuk itu saya melalui tulisan ini menghimbau umat Hindu dimanapun berada agar melakoni tumpek uduh atau hari-hari suci yang disesuaikan dengan kemampuan. Ya, paling tidak sembahyanglah dengn mengucapkan syukur kehadapan Tuhan melalui manivestasinya Bhatara Sangkara.

BANTEN TUMPEK UDUH
Yang paling sederhana; Canang yang dihaturkan di merajan dan di salah satu pohon apa saja boleh yang masih dalam kepemilikan anda, tidak punya pohon yaaa... rumput pasti ada, disitula menghaturkan canang. dan lanjutkan sembahyang di merajan.

Kalau punya dana, tambahan banten tadi dengan pejati di merajan. Kalau bisa lebih, tambah banten bayuhan, prayascita, durmanggala, tipat bantal, sasat gantung-gantungan yang berisi bubur, samsam, tepung tawar, dan jerimpen alit, banten ini untuk di pohon. Di merajan tetep pejati. andaikata banyak dana boleh menghaturkan guling.

Tindak lajutnya dari Tumpek Uduh itu adalah lakoni setiap hari menyayangi tumbuh-tumbuhan, dengan tidak melakukan penebangan pohon sembarangan, merabas hutan seenaknya, bagi yang berbuat seperti itu mereka hanya membayangkan keuntungan dari segi material, namun mereka tidak memikirkan bahaya bagi saudara-saudara kita yang lain. Terima kasih, semoga jendela hati kita terbuka sedikit biar bisa sinar suci kesadaran dari Tuhan masuk meneranginya.

Om Santhih, santhih, santhih Om.

diambil dan diedit dari status facebook Ida Pedanda Gede Made Gunung tgl 2 Maret 2013
https://www.facebook.com/Ida.Pedanda.Gede.Made.Gunung?fref=ts

NYEPI, SEPI DAN HENING TANGGA KEDAMAIAN.



OM SWASTIASTU. Sebagai makhluk Tuhan yang masih serba kurang dan jauh dari kesempurnaan, saya memanjatkan puja syukur kehadapanNya atas segala kasih dan sayang serta tuntunanNya semoga badai kehidupan yang amat dahsyat segera berlalu. Demikian pula kepada anda saudara saya yang telah rela meluwangkan waktu untuk melihat, apalagi sempat membaca tulisan ini saya ucapkan terima kasih, sebab dengan anda mau membaca tulisan saya ini, saya merasa sangat terhormat.

Tulisan ini merupakan tuangan dari isi hati saya untuk dipergunakan sebagai sarana yadnya menyambut kedatangan hari Suci Nyepi tahun ini. Oleh karena dasar pikiran saya adalah beryadnya, maka segala kekurangannya mohon di maafkan. Saya sengaja mengemukakan Judul seperti diatas, karena mengamati perkembangan demi perkembangan dari tahun ketahun, umat Hindu, semakin jauh kelihatannya dari makna yang terkandung didalam pelaksanaan hari-hari suci. Seperti misalnya; " Galungan hampir identik dengan Bazzar, Nyepi hampir identik dengan ogoh-ogoh, dan Siwaratri diidentikan dengan hari penebusan dosa, dan hari suci yang lainnya". Oleh karena itu saya mencoba menyampaikan isi hati saya menerjemahkan dengan bebas makna hari Nyepi itu menjadi; NYEPI, SEPI DAN HENING TANGGA KEDAMAIAN. Mungkin banyak lagi makna yang terkandung di dalam hari suci nyepi, namun saya hanya melihatnya dari sudut itu tadi. Sekali lagi tulisan ini hanya berdasarkan pengamatan dilapangan, dan getaran-getaran hati saya yang muncul disaat duduk sendiri, sehingga hampir tidak menggunakan reprensi dari buku maupun lontar. Oleh karena itu tulisan ini bisa dianggap orak-orek kertas buram, bila tidak berguna bisa dibuang ke tong sampah.

NYEPI; Kata nyepi mengandung unsur; " kata kerja", sebab Nyepi itu berasal dari kata sepi diolah menjadi nyepi (tata bahasa Bali), seperti; sampat menjadi nyampat, sambut menjadi nyambut, dan yang lainnya lagi. Sehingga kata nyepi itu menuntut kita belajar dan berusaha membikin suasan kehidupan yang sepi. Sepi dalam artian, tidak ada kegaduhan, tidk ada pertengkaran, tidak ada hiruk pikuk yang membikin kita stres dan lain sebagainya, pokoknya suasana hidup yang damai, tenang dan bahagia. Inilah yang diwujud nyatakan oleh leluhur kita dengan sebuah prosesi upacara yaitu; upacara makiis dalam rangkaian Nyepi, yang mengandung makna agar kita dapat mencari hal-hal yang sepi di dalam keramaian alami. Coba kita perhatikan secara saksama, mekiyis itu kelaut, situasinya; panas, suara ombak gemuruh terus menerus, semua itu kejadian alam. disitulah kita semua ( peserta upacara ), merasa kepanasan, kehausan, kelaparan dan mungkin kecapekan. Semua yang kita rasakan ini merupakan hal yang tidak kita inginkan. Siapa yang ingin lapar terus? Oleh karena itulah saat makiyis kita dituntun mencari sepi dengan memaknai ngiring Bhatara, dengan perasaan yang penuh bhakti, tulus dan ikhlas, maka perasaan lapar dan yang lainnya akan tidak terasa semuanya. Di dalam sastra yang menuntun kita untuk melaksanakan upacara mekiyis, disebutkan upacara makiyis itu tidak lain adalah sebuah prosesi penyucian dan prosesi Ida Bhatara mengambil Amerta di tengah samudra. Kenapa Amerta itu dilukiskan berada di tengah samudra? sebab kebahagiaan itu, kedamaian itu, sangat sulit kita wujudkan di dalam hidup ini kalau tidak dilandasi oleh keyakinan, ketekunan dan kedesiplinan. Pendek kata inti upacar makiyis adalah pembelajaran bagi manusia untuk mewujudkan kedamaian dan kebahagiaan hidup secara bersama-sama, dibawah tuntunan Tuhan melalui ajaran agama yang diwujud nyatakan dalam upacara makiyis. Sehingga saat makiyis yang dilakoni melalui segala prosesinya harus dilandasi oleh ketulusan dan keikhlasan, jauhkan pikiran pamerih, ekonomis, praktis dan gelis. Prosesi inilah saya simak, sebuah prosesi Nyepi atau melangkah menuju sepi, dengan mendaur ulang yang kita anggap kuarang baik, atau kurang berguna yang datang dari luar diri kita,menjadi baik dan menjadi berguna. Makna seperti ini semestinya kita harus lakoni setiap hari sedikit demi sedikit. Kemudian dilanjutkan dengan prosesi tawur, tawur ini juga Nyepi atau mencari sepi didalam godaan yang datang dari dalam diri kita, sebab inti tawur itu menetralisir kekuatan Bhuta Kala. Siapa Bhuta Kala itu? dalam sebuah bacaan disebutkan; Manusia itu Dewa ya, Bhuta ya. Jadi Bhuta kala itu adalah suatu sifat dan prilaku yang tidak dapat mewujudkan kedamaian, dan kebahagiaan makanya kita Nyepi mencari sepi. dengan menetralisir segala yang bersifat negatif menjadi sifat positif melaui pemaknaan upacara tawur.

SEPI. Bila dikaitkan dengan prosesi hari suci Nyepi itu, saat hari "H" betul betul kita menikmati merasakan ketenangan dan kedamaian. Sepi disini bukan berarti kosong, sepi lebih dekat artinya kepada ketenangan dan kedamaian. Oleh karena itu bila ada saudara-saudara saya disaat Nyepi itu menggunakan kesempatan untuk melampyaskan hawa nafsu dalam bentuk apa saja, tolong tahanlah keinginan seperti itu, marilah kita maknai hidup ini dengan benar, dan hormati agama kita, hargai jerih payah leluhur kita untuk mewujudkan sesuatu yang sangat berguna bagi kita. kita harus bangga; SIAPAKAH YANG DAPAT MEMBUAT SUASANA TIDAK BERMOBIL, TIDAK BEAKTIFITAS SEHARIAN PENUH? Selain kita di Bali!!!! Marilah kita belajar Nyepi untuk mencari sepi.

HENING. Apa bila kita dapat melakoni semua tahapan seperti tersebut diatas dan memaknai serta menerapkan di dalam kehidupan sehari hari niscaya kita akan menjadi orang yang berpikiran hening (jernih), disaat pikiran hening semua permasalahan akan sirna pelan-pelan. Ada untaian kata-kata yang indah pernah saya baca dan senada dengan masalah yang kita uraikan diatas adalah; HNING, HNENG, ELING, AWAS. Bila kita lihat urutannya secara pertikal; Hning berposisi paling atas Awas paling bawah. Sebab situasi itu merupakan ajaran dari Tuhan. Hning itu salah satu sifat Tuhan yang kita akan cari atau wujudkan di dalam hidup ini, maka untuk mencari hning itu dari kita manusia harus melalui Awas (waspada) duluan, kemudian setelah kita dapat melakoni kewaspadaan dalam hidup ini baru mencapai Eling ( ingat/sadar ), setelah sadar baru kita mencapai Hneng ( tenang ), terakhir pasti kita mencapi situasi Hning ( Jernih ). Tak ubahnya pikiran kita seperti air di sebuah tempayan, bila air itu jernih dan tenang akan jelas dapat dilihat bayangan Bulan yang amat indah dan menyejukan.

Demikian seklumit buah pikiran saya didalam menyikapi keberadaan jaman seperti sekarang melalui tinjauan makna hari suci nyepi lewat konsep; " NYEPI, SEPI DAN HENING TANGGA KEDAMAIAN. OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM.

diambil dari facebook Ida Pedanda Gede Made Gunung 2 Maret 2013
Hari Raya Nyepi
(Kajian Upācāra & Implementasi Pada Kehidupan)
 
Oleh : I Wayan Sudarma (Shri Danu Dharma P)
 
Oṁ Swastyastu
 
Pendahuluan 
 
”Pada awalnya adalah kegelapan yang sangat pekat. Semua yang ada ini tidak terbatas dan
tidak dapat dibedakan. Yang ada saat itu adalah kekosongan dan tanpa bentuk. Dengan tenaga panas yang sangat dahsyat,terciptalah kesatuan yang kosong”
 (Ṛgveda X.129.3).
 
Kapanpun dan di manapun pelaksanaan Dharma merosot dan hal-hal yang bertentangan Dharma merajalela, pada waktu itulah Aku Sendiri menjelma,  wahai putra keluarga Bhārata                                                                                             (Bhagavadgītā 4.7).
 
Hari suci keagamaan selalu menempati posisi tersendiri dalam kehidupan manusia dan memiliki makna kesucian yang diorientasikan pada kesempurnaan dengan ajaran-ajaran kerohanian yang berasal dari wahyu Tuhan. Karena orientasi tersebut dimensi hari raya agama tersebut bersifat vertikal. Agama apapun mengajarkan satu kesunyataan yakni Kebenaran. Demikian halnya dengan agama Hindu yang memiliki hari raya keagamaan yang dikelompokkan berdasarkan sasih/bulan dan pawukon/wuku ke dalam dua kelompok besar, diantaranya adalah Nyepi, Galungan dan Kuningan, dan yang lainnya.
 
Hari Suci Nyepi
 
Hari Nyepi merupakan tonggak kebangkitan kerohanian Hindu yang ditandai dengan Toleransi dan Kerukunan. Bermula dari persaingan dan pertikaian  bangsa-bangsa di kawasan Asia (sekarang antara: Tibet, Asia Tengah, Persia, Sungai Sindhu, Afganistan, Pakistan, Kashmir, Iran dan India Barat laut) antara bangsa Saka (Scythia) – Pahlava (Parthia)– Yueh-ci (Cina) – Yavana (Yunani) – Malava (India). Mereka sangat berambisi salin menaklukkan satu sama lain sebagai musuh-musuhnya. Selama berabad-abad bangsa-bangsa tadi silih berganti saling menguasai wilayah lawan-lawannya (semacam penguasaan/ penjajahan) memperebutkan daerah yang sangat subur. Akhirnya pada awal tahun 248 SM di India bangsa Pahlava unggul dalam peperangan melawan bangsa Yavana dan Saka serta menguasai wilayah yang sangat luas.
 
Bangsa Saka yang kalah perang mengembara dan mampu secara cepat menyesuaikan diri dan tersebar di seluruh kawasan, namun membawa satu misi kooperatif perdamaian dengan mengedepankan aspek budaya dan humanisme. Bangsa Saka dengan seni budaya dan kombinasi ketata negaraan yang terbuka (ala demokrasi sekarang) mampu menyentuh penguasa yakni Bangsa Pahlava. Artinya bangsa Pahlava mengakui keunggulan bangsa Saka yang mengalihkan perjuangan politiknya dari mengangkat senjata (peperangan) menjadi arah politik : ideology, social-budaya yang bercirikan keharmonisan – perdamaian dengan mengangkat kesejahteraan sebagai issue global. Pergerakan humanisme sejak tahun 138 – 12 SM terjadi akulturasi dan sinkretisme antara bangsa-bangsa yang tadinya bermusuhan dan berakhir pada peperangan menuju perdamaian.
 
Akibat gerakan kemanusiaan membuat sikap politik bangsa-bangsa tadi berubah menjadi gerakan Lokasamgraha (dunia ini rumah kita, persaudaraan semesta, Torang samua basudara). Terdapat tokoh raja Kaniska I, II dan III (tidak semuanya berasal dari bangsa Saka tapi mereka mengadopsi perjuangan bangsa Saka) dalam percaturan politik yang meraih simpati rakyat dengan gerakan kesejahteraan dan kemanusiaan tadi. Salah satu yang terkenal kemudian adalah raja Kaniska II yang pada tahun 78 Masehi menetapkan tahun baru sebagai pencerahan bangsa-bangsa yang berdamai dengan memberikan penghargaan kepada bangsa Saka yang memelopori pergerakan tadi menjadi Tahun Baru Saka yang diperingati secara serentak oleh seluruh negeri. Tahun itu dikemudian hari menjadi tahun pencerahan dan dirayakan dengan khidmat melalui tapa – brata – samadhi.
 
Rangkaian Hari Raya Nyepi.
 
Perayaan Hari suci Nyepi dan Tahun Baru Saka 1932 tahun 2010 di daerah secara otonom dilaksanakan dari tingkat Provinsi sampai tingkat Desa dan perorangan di rumah masing-masing dengan rangkaian sebagai berikut :
1.     Melasti/Makiyis : adalah prosesi spiritual keagamaan sebagai upaya penyucian alam semesta dari segala kekotoran dan kejahatan akibat dari perputaran karma selama 1 tahun yang penuh dengan intrik, gejolak, nafsu, dan berbagai sisi negative terhadap kemanusiaan. Penyucian ini tidak berhenti pada tataran alam semesta, tetapi juga pada diri setiap manusia Hindu, harus menyucikan diri dan lingkungannya. Arah prosesi penyucian itu ditujukan kea rah laut/segara, karena diyakini air bersumber di laut dan air merupakan sumber dari kehidupan. 80 % tubuh kita ini terdiri dari air. Pelaksanaan prosesi ini dilaksanakan sejak seminggu sebelum hari raya nyepi atau maksimal 2 hari sebelum Nyepi. Di dalam Lontar Sang Hyang Aji Swamandala disebutkan: angayutaken laraning jagat, paklesa letuhing bhuvana, yang terjemahannya: untuk melenyapkan penderitaan masyarakat dan kotoran dunia ( alam ), sedangkan di dalam lontar Sundarigama dinyataan : amet sarining amrtha kamandalu ritelenging samudra, yang terjemahannya : Untuk memperoleh air suci kehidupan di tengah – tengah lautan. Laut sebagai sumber amerta karena laut/segara dipercaya dan diyakini mampu melebur segala kekotoran yang diakibatkan oleh api nafsu manusia yang berupa tindakan kotor/jahat dll.
 
2.     Tawur Kesanga : adalah upacara Bhuta Yajna, artinya korban suci yang ditujukan kepada penguasa kekuatan yang memberi kemanfaatan bagi seisi alam raya ini berupa Caru. Caru adalah kata bahasa Sanskerta yang berarti mempercantik, menetralisir, memiliki makna spiritual somya yakni membuat semuanya menjadi harmonis. Caru ini berupa sesajen yang dibuat sedemikian rupa dalam rangkaian yang memiliki perhitungan magis, oleh Pendeta dijadikan sebagai sarana untuk menjadikan situasi krodit/disharmoni menjadi normal/harmonis kembali. Tawur kesanga dilaksanakan sehari sebelum Nyepi tepatnya pada bulan Mati/Tilem sasih Kesanga yang jatuh pada tanggal 15 Maret 2010.
 
3.     Nyepi – Brata Penyepian : pada tanggal 16 Maret 2010  adalah hari raya Nyepi yang dilaksanakan perayaannya dengan berpuasa dan berpantang/brata. Dimulai pagi hari jam 06.00. Di antara berbagai bentuk Tapa, Brata, Yoga, Samadi itu, Maunabrata (Monabrata) adalah yang tertinggi, tujuannya adalah amatitis kasunyatan, menuju keheningan sejatai seperti pula disebutkan di dalam lontar Sundarigama (salah satu lontar yang menjelaskan tentang hari-hari raya Hindu di Indonesia) secara tegas menyatakan: "..................Nyepi amatigni, tan wenang sajadma anyambut karya sakalwirnya, agnigni saparanya tan wenang, kalinganya wenang sang weruh ring tattwa angelaraken samadhi. tapa, yoga amatitis kasunyatan" - Hari Nyepi, tidak benar semua orang melakukan pekerjaan, berapi - api, karena mereka yang tahu hakekat agama melaksanakan samadhi,tapa,yoga memusatkan pikiran menuju kesunyataan/keheningan sejati". Brata Penyepian, dengan amati : gni, karya, lelungan, lelangunan, membuat hidup ini terintrospeksi secara sadar atas apa dan siapa diri ini untuk menuju arah yang ditentukan oleh ajaran agama. Selama 1 hari penuh (24 jam) aktivitas direorientasi guna memberikan pembaharuan (Reneweble) alam semesta sehingga segenap potensinya kembali berfungsi secara maksimal. Bayangkan kota Jakarta jika selama 1 hari tidak ditebari polutan asap kendaraan (polusi udara) dan listrik dipadamkan, aktivitas diliburkan sehari itu saja dalam setahun, berapa besar penghematan yang telah dilakukan oleh Negara, betapa bersihnya udara Jakarta dan kelesuan dapat dipulihkan.
 
4.     Ngembak Gni : melakukan aktivitas kembali seperti semula atau membuka api kehidupan normal. Pada hari ini tgl 17 Maret 2010 menjadi lembaran baru bagi kehidupan yang cerah penuh pencerahan rohani. Ngembak Gni mengisyaratkan kepada manusia yang  "Multikultural" untuk bersatu padu, menghargai perbedaan sebagai  kebenaran illahi, memaafkan adalah perbuatan mulia yang akan membuat hidup kita terasa lebih damai. Melayani mereka yang lemah, membantu mereka yang menderita adalah karma utama saat ini, karena sesungguhnya melayani semua mahluk dengan cinta kasih, dan kasih sayang adalah bentuk pemujaan kepada Tuhan (serve to all man kind is serve to the God).
 
 
Makna Penjelmaan
 
Menjelma sebagai manusia menurut ajaran Hindu adalah kesempatan yang paling dan sangat baik, karena hanya manusialah yang dapat menolong dirinya sendiri dengan jalan berbuat baik. Untuk berbuat baik dan benar nampaknya sangat sulit dilakukan oleh karena berbagai tantangan yang dihadapi oleh setiap orang. Tantangan mulai ketika bayi lahir dari kandungan ibunya. Demikian lahir langsung menangis karena ia berhadapan dengan kejamnya alam, udara yang dingin atau kilauannya sinar matahari dan lain-lain. Bayi akan tumbuh menjadi manusia dewasa bila ia mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan.
 
Tantangan yang paling berat yang dihadapi oleh umat manusia adalah tantangan yang datang dalam dirinya sendiri, yakni sifat-sifat atau kecenderungan jahat yang merupakan sifat-sifat keraksasaan, kebalikan dari Daivisampad yang disebut Asurisampad (sifat-sifat Asura atau raksasa). Pertarungan antara sifat-sifat kedewataan dengan keraksasaaan inilah yang terus berlangsung dalam diri umat manusia yang sering mengejawantah dalam sikap dan prilaku sehari-hari. Pertarungan ini berlangsung terus tiada hentinya. Siapa yang berhasil memenangkan pertarungan dengan berpihak pada kebajikan atau (Dharma) ialah yang sesungguhnya berhasil menegakkan Dharma. Hanya dengan berpihak kepada Dharma seseorang akan memperoleh keselamatan, kesejahtraan dan kebahagiaan lahir dan batin. Sebagai diamanatkan dalam terjemahan sloka Māhanārayana Upaniad XXII.1, berikut:
“Dharmo viśvasya jagataḥ pratiṣṭhā, loke dharmiṣṭhaṁ prajā upasarpanti,Dharmeṇa pāpam apanudanti dharme sarvaṁ,  pratiṣṭhaṁ tasmad dharmaṁ paramaṁ vadanti” - “Dharma adalah prinsip dasar dari segala sesuatu yang bergerak dan  yang  tidak  bergerak di alam semesta ini. Seluruh dunia dan segenap  umat  manusia  hendaknya  selalu  bergairah mengikuti ajaran Dharma.  Yang  mengikuti  ajaran  Dharma  terbebas dari  segala  dosa.    Segala  sesuatunya  akan berjalan mantap bila di jalan Dharma.  Untuk  itu   patutlah  Dharma  itu disebut ajaran yang tertinggi”
 
Dharma eva hato hanti  dharmo rakṣati rakṣitaḥ, tasmād dharmo na hantavyo mābo dharmo hato’vadhīt” - “Dharma yang dilanggar menghancurkan pelanggarnya. Dharma yang dilaksanakan melindungi  pelaksananya, oleh karena itu janganlah melanggar Dharma, sebab bagi  yang melanggar  Dharma  akan menghancurkan dirinya sendiri” (Manavadharmaśāstra VIII.15).
 
         
Implementasi  Dalam Kehidupan
 
Bagaimana kita dapat memenangkan Dharma dalam era globalisasi? Globalisasi adalah proses atau trend kemajuan dunia melalui Ilmu Pengetatuhan dan Teknologi dengan ditandai oleh derasnya arus informasi, terutama dari masyarakat maju menuju masyarakat yang sedang berkembang. Dalam era globalisasi ini seakan-akan tidak ada batas-batas antar negara atau bangsa-bangsa (Boderless nations and states) di dunia ini. Kita maklumi bersama bahwa Globalisasi tidaklah selalu berpangaruh dan berdampak negatif, banyak hal-hal positif yang dapat dipetik dalam era globalisasi ini, namun demikian pengaruh dan dampak negatifnya nampaknya cenderung lebih deras terutama menyangkut segi-segi moral, etika dan spiritual yang bersumber pada nilai-nilai agama dan budaya bangsa.
 
Dalam Hindu, dinyatakan bahwa bila orientasi manusia hanya material dan kesenangan belaka, maka orang itu dinyatakan hanya memuaskan Kama (nafsu duniawi). Kama manusia tidak akan pernah merasa puas, walaupun usaha memuaskan itu dilakukan terus-menerus dengan berbagai pengorbanan. Memuaskan Kama dinyatakan sebagai menyiram api yang berkobar besar, tidak dengan air, melainkan dengan minyak tanah, maka api tersebut akan menghancurkan hidup manusia.Di dalam kitab suci Bhagavadgītā dinyatakan bahwa Kama, di samping juga Lobha dan Krodha adalah tiga pintu gerbang yang mengantarkan Ātma (roh) menuju jurang neraka dan kehancuran. Untuk itu, Tuhan Yang Maha Esa mengajarkan agar umat manusia memilki kesadaran yang tinggi untuk menghindarkan diri dari ketiga belenggu tersebut.
 
Bagaimana caranya kita dapat menghindarkan diri tiga pintu gerbang neraf berupa Kama, Lobha dan Krodha yang merupakan perwujudan dari perbuatan atau perilaku Adharma ? Jawabannya adalah sederhana, yaitu kita mesti kembali kepada ajaran agama. Peganglah ajaran agama sebaik-baiknya. Biasakanlah berbuat baik dan benar atau berdasarkan Dharma, yang di dalam kitab Taittiriya Upaniṣad I.1.11: Satyaṁ vada Dharmācara svadhyaya mā pramadaḥ - Berbicaralah jujur/benar, ikutilah ajaran Dharma, kembangkan keingan belajar  dan  memuja Tuhan Yang Maha Esa dan  janganlah lalai/sampai lupa.
 
Memang bila kita berbicara atau hanya membaca ajaran agama, nampaknya segala sesuatunya gampang dilaksanakan, namun dalam prakteknya sungguh berat. Untuk itu hendaknya ada tekad atau pemaksanaan untuk berbuat baik. Pemaksaan diri untuk selalu berbuat baik disebut Pratipaksa. Untuk kebaikan, paksakanlah, lakukankan, korbankanlah, tekunilah dan doronglah supaya perbuatan benar dan baik itu menjadi identitas kehidupan ini. Identitas atau integritas seseorang dapat dilihat dari kualitas pikiran, ucapan dan tingkah laku seseorang. Untuk selalu dapat berbuat baik, maka diajarkan bahwa setiap orang hendaknya melakukan 4 hal, yaitu:
1)    Abhyasa yang artinya untuk perbuatan baik lakukanlah dan biasakanlah hal itu.
2)    Tyāga atau Vairagya yang artinya kendalikanlah atau tinggalkanlah perbuatan-perbuatan yang menjerumuskan hidup kita.
3)    Santosa yang artinya beryukurlah terhadap karunia Tuhan Yang Maha Esa, memberikan kita kesempatan menjelma sebagai manusia untuk biasa memperbaiki diri dan kesadaran untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan kita untuk mencapai  Jagadhita  (kesejahtraan jasmaniah) dan Moksa (kebahagiaan sejati).
4)    Sthitaprajña yang artinya hidup berkeseimbangan lahir dan batin, tidak terlalu  bergembira bila memperoleh keberuntungan dan tidak putus asa bila menghadapi kemalangan atau kedukaan.
 
Hari-hari raya keagamaan akan berlalu begitu saja bila kita tidak menyingkapi makna atau nilai-nilai yang terkandung dalam hari-hari raya itu. Selanjutnya dengan pemahaman terhadap makna atau nilai-nilai itu, seseorang hendaknya dapat mengamalkan atau melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Nyepi adalah hari perjuangan menuju kesadaran terhadap ajaran Dharma. Hanya dengan Dharma umat manusia akan selamat di dunia ini. Bagaimana mengaktulisasikan ajaran Dharma ini ? Secara sederhana adalah dengan merealisasikan 7 macam perbuatan yang disebut Dharma seperti disebutkan dalam kitab Vṛhaspatitattva, yaitu:
1)    Sila, yakni senantiasa berbuat baik dan benar.
2)    Yajña, yakni ikhlas berkorban. Yajna tidaklah hanya terbatas pada pengertian upakara dan upācara saja, melainkan mengembangkan kasih sayang dan keikhlasan.
3)    Tapa, pengekangan dan pengendalian diri.
4)    Dana, memberikan pertolongan atau bantuan kepada yang miskin dan yang memerlukan bantuan. Dalam Hindu dinyatakan menolong orang-orang miskin disebutkan sebagai menyembah Tuhan Yang Maha Esa yang ber-abhiseka (disebut dengan nama) Daridra Nārayana.
5)    Pravrijya, berusaha menambah ilmu pengetahuan atau kerohanian (spiritual).
6)    Dikṣa, penyucian diri dan
7)    Yoga, senantiasa menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa.
 
Penutup
 
Dengan melaksanakan butir-butir perbuatan tersebut di atas sesungguhnya kita sudah dapat mengamalkan ajaran agama. Aktualisasi dari ajaran ini dikaitkan dengan masalah-masalah kekinian, misalnya dengan meningkatkan solidaritas sosial (kesetiakawanan sosial), membantu program pemerintah mengentaskan kemiskinan, mengembangkan moralitas dan mentalitas yang baik dan positif serta senantiasa aktif membangun masyarakat lingkungan di sekitar kita.
 
Berterima kasihlah kepada orang yang telah memberikan kesempatan berbuat baik, berbuat lebih baik dari tidak berbuat apa lagi berbuat yang tidak baik pasti menghasilkan ke-tidak-baik-an, sementara kita ingin mendapat perlakuan yang baik dari orang lain tetapi kita melupakan harus berbuat baik kepada orang lain. Kebaikan tidak pernah datang dengan sendirinya.
 
Lakukan kebenaran dengan cara menyenangkan, tapi jangan melakukan ketidakbenaran walau itu menyenangkanmu
 
Oṁ Śāntiḥ Śāntiḥ Śāntiḥ Oṁ
Folded Corner: SELAMAT 
SELAMAT HARI SUCI NYEPI TAHUN BARU SAKA 1932, 16 MARET 2010

SEMOGA  KEDAMAIAN MELPUTI PIKIRAN, UCAPAN, DAN TINDAKAN KITA, 
SEMUA MAHLUK MENJADI DAMAI, 
SEMOGA ALAM SEMESTA MENJADI DAMAI”