Monday, May 2, 2016

DISKUSI KECIL TENTANG MEMAKNAI GALUNGAN

Om Swastiastu.

Telah banyak para tokoh agama Hindu yang memberikan makna Hari suci Galungan itu, dengan segala argumentasinya dan semuanya kelihatan benar. Namun pada kesempatan ini saya ingin menuliskan pengalaman yang saya pernah rasakan tentang Galungan.

Pada suatu ketika saya berjalan melintasi tepian sungai, nah disitu ada anak-anak muda berkumpul kurang lebih 5 orang, rasanya mereka sedang memancing ikan di sungai (penghobi mancing). Sedang asiknya mereka mancing, lalu ada temannya melintas di kejauhan kurang lebih 5 meter dari tempat mereka mancing, temannya itu menyapa kelompok pemancing ini dengan kata-kata guyon dan nyindir, antara lain:

"JANGAN DIHABISIN IKANNYA DIPANCING BIAR ADA DIPAKAI GALUNGAN.....!!!!!! "

antara lain itu yang dikatakan, lalu si kelompok pemancing menjawab begini:

"YA KALAU HABIS IKANNYA DISINI, NANTI UNTUK GALUNGAN BELI SAJA DAGING BABI DI PASAR......!!!!!"

Begitulah guyonan mereka. Selanjutnya diantara si pemancing terjadi diskusi kecil tentang pemaknaan Galungan atas kata guyonan temannya tadi, antara lain; Satu orang bertanya "Apa sih sebenarnya makna Galungan itu? Teman-temannya menjawab sesuai dengan apa yang mereka tau, diantara jawaban yang ada, terdengar salah satu mengatakan; Galungan adalah Hari Suci untuk merayakan kemenangan Dharma melawan Adharma. Kemudian ditanyakan lagi oleh yang satu lagi; Jadi Dharma dengan Adharma itu berperang? Dimana medannya? Kalau Adharma kalah, apa kekalahannya itu menyerah apa kalah mati? kalau kalah menyerah, dimana wilayah kekalahan adharma yang menjadi kekuasaan dharma atas kemenangannya? Kalau adharma itu kalah mati, dimana mayat adharma itu dikubur? Berdasarkan pertanyaan inilah para pemancing itu menjadikan tempat mancingnya sebagai arena diskusi.

Pada waktu itu kebetulan saya lewat disampingnya, disitulah saya mendengar diskusi mereka, dan saya sangat terketuk hati saya ingin menjawab, namun mereka tidak bertanya ke saya, makanya saya diam saja membiarkan mereka diskusi sepuasnya demi meresapnya inti pemaknaan Galungan yang sebenarnya, dan saya melanjutkan perjalanan pulang. Nah sesampainya saya di rumah, tidak berselang beberapa menit, ternyata mereka si pemancing itu semua datang ke rumah saya. Setelah saya persilahkan duduk, lalu mereka mengulangi pertanyaan yang menjadi perdebatan kusir tadinya. Meraka sebenarnya tidak salah memaknai sesuai dengan apa yang mereka tau, sebab memaknai atau mempelajari ajaran agama Hindu di Bali itu secara berjenjang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Seperti contoh: Ada anak 3 orang, satu orang baru SD, yang satu sudah SMA dan yang satu lagi sudah sarjana Ilmu Matematika. Lalu ada pertanyaan pada mereka; Coba kalian jawab: 3 X 3 =....? Anak SD menjawab dengan mengambil batu dan menghitungnya, lalu dia dapat jawaban 9. Kemuadian yang SMA. menghitung dengan mengambil kertas orak-orek, jawabannya juga 9. Dia yang sarjana matematika langsung menjawab 9. Pertanyaannya adalah; apakan sembilan dari masing-masing mereka itu berbeda nilainya? Saya kira tidak beda, hanya prosesnya yang berbeda. Demikian pula tentang defenisi Galungan.

Namun atas pertanyaan si pemancing perlu di berikan jawaban yang benar, antara lain. Dharma dan adharma itu tidak berperang kayak bertempur, namun keduanya itu saling mempengaruhi, yang mana kuat pengaruhnya diantara keduanya itu, kalau Dharma yang lebih kuat maka dharma dikatakan menang dalam kontek mempengaruhi adharma menjadi dharma, ini yang disebut Galungan. Sehingga tidak ada mayat si adharma dalam hal saling mempengaruhi, sebab itu merupakan sifat, karakter manusia. Lalu dimana arenanya? Arenanya ada di dalam diri manusia, jadi sifat saling mempengaruhi dari dharma dengan adharma itu hanya ada di dalam diri manusia. Bila manusia itu tahu dan sadar akan memaknai hidup ini maka mereka berusaha memenangkan dharma didalam dirinya. Jadi Galungan itu didefinisikan sebagai kemenangan Dharma di dalam diri manusia sendiri, maka mereka akan mewujud nyatakan kegembiraan mereka atas kemenangan itu dengan cara membuat sesaji, membuat penjor, bersembahyang ke pura, dan lain sebagainya sebagai gambaran kegembiraan mereka.

Jadi kemeriahan perayaan galungan dengan penjor yang mahal-mahal, semestinya didasari oleh kemampuan kita mempengaruhi sifat adharma dengan sifat dharma di dalam kehidupan ini, dengan cara belajar agama memahami ajaran agama dan yang terpenting mempraktikan ajaran agama tersebut, nah itu baru lengkap. Akhirnya dengan argumentasi saya seperti itu para pemancing sedikit menyadari apa yang mereka harus lakukan untuk memaknai hidup ini.

Demikian cerita pendek ini saya tulis disini sebagai sebuah yadnya bagi saudara kita yang mau dan memerlukannya. Cerita ini tidak saya gunakan sebagai bahan diskusi, sekali lagi sebagai ungkapan rasa cinta kepada semua teman-teman.

OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM.

No comments: