Banyuwangi (Bali Post) -
Satu lagi tempat ibadah dibangun oleh umat Hindu Banyuwangi, Jawa Timur. Pura Kahyangan Jagat Suniya Loka Gunung Srawet dibangun di puncak Gunung Srawet, Desa Kebondalem, Kecamatan Bangorejo, sekitar 45 kilometer arah selatan Kota Banyuwangi. Selain pura, umat setempat membangun Candi Empu Baradah. Pendirian tempat suci itu dilatarbelakangi wangsit yang diterima sesepuh umat Hindu Bangorejo, Ki Sarjono.
Pendirian candi diawali dengan prosesi pacaruan di lokasi pembangunan, Jumat (26/6) kemarin. Upacara di-puput Ida Pandita Empu Nabe Jaya Dangka Suta Reka dari Griya Giri Kusuma, Sesetan. Puluhan umat Hindu Bangorejo dan sekitarnya tangkil mengkuti prosesi itu. Tak hanya umat dari Jawa, sejumlah umat dari Bali ikut mengikuti prosesi ritual. Di sela pacaruan, dipentaskan wayang kulit Bali yang didatangkan dari Gianyar.
Pacaruan kemarin mengawali pembangunan candi dan panyengker pura di atas gunung itu. Meski sederhana, pacaruan berlangsung khidmat. Usai Ida Pandita mempersembahkan sesaji, seluruh umat menggelar persembahyangan bersama. Rencananya, pembangunan akan mulai digelar hari ini.
Lokasi Pura Gunung Srawet terasa cukup indah. Di sekelilingnya kita bisa melihat hamparan lahan persawahan yang menghijau. Untuk mencapainya, para pemedek bisa menggunakan kendaraan roda empat hingga ke depan pura. Setelah itu, berjalan menaiki tangga menuju puncak pura. Selain pura, umat berencana membangun pasraman di sekitar pura.
Lokasi Pura Srawet ditemukan tahun 1968. Namun, karena terjadi pro-kontra, areal tersebut baru bisa dimiliki umat Hindu tahun 2003 lalu. Tanah seluas dua hektar di lereng gunung dihibahkan oleh pemerintah desa setempat kepada umat Hindu. Tahun 2005, umat Hindu membanguan sebuah Padmasana di puncak Gunung Pegat, salah satu puncak di samping Gunung Srawet.
Untuk memperluas bangunan pura, umat tahun ini mendirikan Candi Baradah. Letaknya ditempatkan di sisi kanan Padmasana. Diharapkan, candi dan Pura Srawet ini bisa menjadi salah satu tujuan wisata spiritual. "Lokasinya sangat bagus untuk meditasi dan mencari kedamaian. Selain di puncak gunung, tempat ini juga menyimpan sejarah kuno," kata Ketua PHDI Kecamatan Bangorejo Ki Sardjono.
Konon, nama Gunung Srawet berkaitan dengan epos besar Ramayana. Kala itu, Hanoman mencabut puncak Gunung Raung, Banyuwangi dan dilemparkannya ke Rahwana. Puncak yang dilempar itulah diberi nama Srawet. Dalam bahasa Jawa, Srawet atau Srawat artinya melempar. Puncak yang dilempar pecah menjadi lima gunung, masing-masing Puncak Srawet, Puncak Pegat, Puncak Srandil, Puncak Gentong dan Puncak Sendang. Kelima puncak ini letaknya berderet di sekitar Puncak Srawet.
Wangsit lain yang diterima adalah di lokasi pura sempat terlihat sesosok empu dan dua ekor sapi. Dipercaya, sosok empu itu adalah Empu Baradah, sedangkan sapi diyakini sebagai manifestasi Siwa. "Ini memang kenyataan, karena itu umat sepakat membangun pura dan candi di tempat ini," kata Ki Sardjono. (udi)
sumber: Balipost
Satu lagi tempat ibadah dibangun oleh umat Hindu Banyuwangi, Jawa Timur. Pura Kahyangan Jagat Suniya Loka Gunung Srawet dibangun di puncak Gunung Srawet, Desa Kebondalem, Kecamatan Bangorejo, sekitar 45 kilometer arah selatan Kota Banyuwangi. Selain pura, umat setempat membangun Candi Empu Baradah. Pendirian tempat suci itu dilatarbelakangi wangsit yang diterima sesepuh umat Hindu Bangorejo, Ki Sarjono.
Pendirian candi diawali dengan prosesi pacaruan di lokasi pembangunan, Jumat (26/6) kemarin. Upacara di-puput Ida Pandita Empu Nabe Jaya Dangka Suta Reka dari Griya Giri Kusuma, Sesetan. Puluhan umat Hindu Bangorejo dan sekitarnya tangkil mengkuti prosesi itu. Tak hanya umat dari Jawa, sejumlah umat dari Bali ikut mengikuti prosesi ritual. Di sela pacaruan, dipentaskan wayang kulit Bali yang didatangkan dari Gianyar.
Pacaruan kemarin mengawali pembangunan candi dan panyengker pura di atas gunung itu. Meski sederhana, pacaruan berlangsung khidmat. Usai Ida Pandita mempersembahkan sesaji, seluruh umat menggelar persembahyangan bersama. Rencananya, pembangunan akan mulai digelar hari ini.
Lokasi Pura Gunung Srawet terasa cukup indah. Di sekelilingnya kita bisa melihat hamparan lahan persawahan yang menghijau. Untuk mencapainya, para pemedek bisa menggunakan kendaraan roda empat hingga ke depan pura. Setelah itu, berjalan menaiki tangga menuju puncak pura. Selain pura, umat berencana membangun pasraman di sekitar pura.
Lokasi Pura Srawet ditemukan tahun 1968. Namun, karena terjadi pro-kontra, areal tersebut baru bisa dimiliki umat Hindu tahun 2003 lalu. Tanah seluas dua hektar di lereng gunung dihibahkan oleh pemerintah desa setempat kepada umat Hindu. Tahun 2005, umat Hindu membanguan sebuah Padmasana di puncak Gunung Pegat, salah satu puncak di samping Gunung Srawet.
Untuk memperluas bangunan pura, umat tahun ini mendirikan Candi Baradah. Letaknya ditempatkan di sisi kanan Padmasana. Diharapkan, candi dan Pura Srawet ini bisa menjadi salah satu tujuan wisata spiritual. "Lokasinya sangat bagus untuk meditasi dan mencari kedamaian. Selain di puncak gunung, tempat ini juga menyimpan sejarah kuno," kata Ketua PHDI Kecamatan Bangorejo Ki Sardjono.
Konon, nama Gunung Srawet berkaitan dengan epos besar Ramayana. Kala itu, Hanoman mencabut puncak Gunung Raung, Banyuwangi dan dilemparkannya ke Rahwana. Puncak yang dilempar itulah diberi nama Srawet. Dalam bahasa Jawa, Srawet atau Srawat artinya melempar. Puncak yang dilempar pecah menjadi lima gunung, masing-masing Puncak Srawet, Puncak Pegat, Puncak Srandil, Puncak Gentong dan Puncak Sendang. Kelima puncak ini letaknya berderet di sekitar Puncak Srawet.
Wangsit lain yang diterima adalah di lokasi pura sempat terlihat sesosok empu dan dua ekor sapi. Dipercaya, sosok empu itu adalah Empu Baradah, sedangkan sapi diyakini sebagai manifestasi Siwa. "Ini memang kenyataan, karena itu umat sepakat membangun pura dan candi di tempat ini," kata Ki Sardjono. (udi)
sumber: Balipost
2 comments:
Baru tiga hari yg lalu sy tangkil ke sana
Baru tiga hari yg lalu sy tangkil ke sana
Post a Comment