Sunday, September 14, 2014

ORANG HINDU SELALU MENERAPKAN KONSEP KESUCIAN DALAM HIDUPNYA


OM SWASTIASTU

Kadang-kadang orang menyamakan pengertian antara suci dan cemer dengan bersih dan kotor. Sebenarnya dua pasang kata-kata itu memiliki perbedaan yang sangat mencolok. Tetapi untuk mendapatkan pengertian yang sebenarnya, perlu kita merenung secara mendalam. Pulau Bali sebenarnya sebuah pulau yang bermakna kesucian. Jadi pulau ini dibangun dan ditata melalui konsep kesucian. Oleh karena kesucian itu selalu berdampingan dengan cemer, yang diatur melalui hukum rwa bhineda, namun sekarang ini akan diungkapkan lewat kata hati saya adalah tentang konsep kesuciannya saja. Sehingga yang berlawanan dengan konsep kesucian itu adalah merupakan cemer.

Kesucian itu tiada lain adalah kesan rokhani yang jernih dan tenang. Untuk menjaga kesucian Bali, masyarakat Hindu mulai dari menerapkan kesucian diri pribadinya masing-masing. Baik secara jasmaniah maupun secara rohaniah. Misalnya; Orang Bali (Hindu), dari cara membuat makanan sudah menerapkan konsep kesucian. Alat-alat memasak tidak boleh dicampur kegunaannya dengan kepentingan lain, seperti digunakan untuk mencuci pakaian dan lain sebagainya. Makanya orang Hindu mempunyai ember lebih dari satu. Ember untuk keperluan masak makanan berbeda dengan ember yang digunakan untuk mencuci pakaian. Demikian pula terhadap alat-alat lain yang dipergunakan untuk kepentingan hidupnya. Hal seperti ini selalu dipertahankan untuk tetap menjaga kesucian diri pribadinya.

Lalu saya ingat sebuah cerita Mahabharata, sewaktu sedang berkecamukanya Bharata Yudha, Bhagawan Bisma rebah kena panah Arjuna di Kuru Ksetra. Pada malam harinya saat perang sedang istrirahat, Panca Pandawa bersama Drupadi menjenguk kakeknya (Bhagawan Bisma), di dalam pertemuan antara cucu dengan kakek itu terjadi dialog. Diawali oleh Bhagawan Bisma, menyapa dan menasehati Dewi Drupadi, inti nasehatnya agar Dewi Drupadi tetap tabah, dan setia melayani para suaminya, serta tetap konsisten menjaga kesucian diri. Mendengar nasehat sang kakek seperti itu, Dewi Drupadi jadi tersinggung, sebab dia teringat pada waktu ditelanjangi oleh Dusasana di depan orang banyak, termasuk di depan mata para Maha Rsi, dan di depan mata Bhagawan Bisma, kok beliau tidak ada keinginan untuk mencegahnya, atau menasehati si Dursasana dan si Duryodana. Kekesalan yang ada di dalam hati Drupadi seperti ini lah di utarakan dihadapan kakeknya yang sedang sekarat, melalui kalimat-kalimat yang cukup tajam dan pedas. Antara lain; Kenapa baru sekarang kakek menasihati saya dengan kata-kata penuh makna? Sewaktu saya ditelanjangi oleh Dursasana, kakek kan ada disana, kenapa waktu itu kakek membiarkan kejadian yang memalukan dan menginjak martabat saya, serta martabat kaum perempuan? Kemana kepintaran kakek saat itu? Bhagawan Bisma menjawab sambil tersenyum; Cucuku yang aku sangat sayangi, pada waktu itu kesucian pikiran kakek terbungkus oleh kejahatan, yang diakibatkan oleh makanan, minuman, yang kakek nikmati di Korawa. Sebab semua yang diberikan oleh orang jahat, sudah pasti pemberiannya itu dicemari oleh sifat mereka. Nah sekarang saat darahku yang tercemar itu mengalir membasahi bumi, barulah kesucian pikiran kakek nampak. Saat sekarang pula kakek baru dapat menasihati kalian.

Di samping itu perlu kalian ketahui, bahwa makanan sangat berpengaruh bagi pikiran manusia. Untuk itu hati-hatilah kalian makan, pililah makanan yang tidak tercemari oleh hal-hal yang bersifat cemer, agar pikiran kalian tidak ikut cemer. Berdasarkan cerita tersebut, orang-orang Hindu sangat memperhatikan kesucian makanan, dan kesucian segalanya agar mereka dapat hidup di alam kesucian. Di Bali pedagang makananpun (Yang saya tahu pedagang beragama Hindu), mereka tetap menjaga kesucian dari barang dagangannya. Sebab di Hindu berdasarkan konsep Tri Hittakarana, Dewa yang menjadi pujaan para pedagang adalah Bhatari Melanting. Maka dari itulah mereka harus tetap menjaga kesucian dagangan mereka, sehingga si pembeli tetap dapat menikmati kesucian.

Kalau hal seperti ini dapat dipertahankan, saya yakin orang-orang Hindu tetap akan dapat melihat yang mana benar dan yang mana salah, karena pikirannya tidak dicemari oleh kekotoran (cemer). Jika perhatian kita kurang terhadap kesucian, dengan cara makan apa saja, dan belanja dimana saja. Tercemarlah pikiran kita, tingkah laku kitapun akan berubah menjadi sadis, kurang bersahabat, kurang kasih sayang. Dunia menjadi gelap, langkah tidak menentu, tujuan hidup semakin sulit dicapai. Untuk itu saya pikir bagi semua umat Hindu, agar memperhatikan kesucian makanan terutama makanan yang dibeli di warung dan di tempat lain yang menjual makanan, kalau kalian mau menjaga kesucian diri pribadi kalian.

Di samping itu, mulai dari cara makanpun tercermin kepribadian seseorang. Cara makan yang paling terhormat dan mencerminkan kesucian diri adalah duduk bersila, duduk di kursi atau tempat duduk yang tersedia dengan sikap duduk yang sopan. Selain cara makan seperti itu masih dianggap kurang sopan dan tidak mencerminkan kesucian.

Demikianlah cara-cara orang Hindu di Bali menjaga kesucian, melalui cara menjaga kesucian diri mereka masing-masing. Kemudian dilanjutkan menjaga kesucian keluarga dan rumah, kesucian lingkungan, melalui penerapan konsep-konsep ; Tri Mandala, Tri Hittakarana, konsep memanusiakan alam dan lingkungan.

Saya sangat merasa bangga bila semua orang-orang Hindu menyadari prihal seperti tersebut di atas. Lebih-lebih dapat mentaati peraturan untuk tidak makan daging sapi. Hentikanlah prilaku dan tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama. Marilah secara perlahan-lahan menuju kesucian diri (buana alit dan buana agung). Pesan-pesan kesucian telah diwariskan kepada kita, untuk tetap menjaga predikat Bali sebagai pulau sorga, Bali sebagai pulau Dewata, serta predikat-predikat lain yang telah terbukti membawa nama harum pulau Bali sampai ke pelosok dunia.

OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM

No comments: