Friday, October 24, 2008

Hindu Tidak Diajarkan Dengan Baik dan Benar

cerita ini saya dapat dari :
http://kmhsaraswati.org/forum/topic/hindu-tidak-diajarkan-dengan-baik-dan-benar

Siang itu cuaca di sebuah kota metropolis di pulau sumatera tidak mau kompromi. Hujan kecil terus saja mengguyur bumi hingga tengah hari. Padahal saya ada janji dengan seorang dosen untuk membantu sebuah acara kumpul ibu-ibu untuk melakukan kegiatan rutin mereka. Saya sebenarnya enggan meng-iya-kan ajakan itu, Bu Dosen merupakan salah seorang sosok yang cukup berpengaruh di kampus itu. Entah ada tujuan terselubung atau tidak dibalik ajakan untuk membantu kegiatan tersebut, saja juga tidak memperdulikannya. Dari kampus kami menggunakan mobil kijang yang penuh berisi peralatan seperti LCD Projector, Laptop, Layar, sound-system serta beberapa gulungan kabel. Setibanya di rumah yang cukup besar, saya dan beberapa teman mahasiswa langsung beraksi dengan memasang sound-system dan peralatan lainnya. Setelah menyelesaikan semua keperluan, kami pamit pulang. Namun di cegah oleh Bu Dosen seraya meminta saya untuk manjadi asisten klik alias jadi operator laptop.

Acara dimulai dengan doa dan pembacaan kalimat-kalimat dari sebuah buku tebal yang sedikitpun tidak saya mengerti. Selanjutnya tampil Bu Dosen memberikan sambutan kemudian memperkenalkan seorang pembicara wanita. Saya cukup terkejut tatkala Bu Dosen menyebutkan nama pembicara wanita yang merupakan istri dari seorang yang ahli agama di tanah jawa. Nama depannya tidak asing buat saya, namun jadi aneh di telinga saya. Kemudian saya melotot ke layar laptop karena penasaran, di layar laptop tertulis nama khas asal Bali, namun sudah ada tambahan didepannya. Belum lagi hilang rasa terkejut saya, sang pembicara sudah terdengar mulai memberikan wacana dengan dialek khas Bali. Keterkejutan saya terlebih karena beberapa saat sebelum acara dimulai, saya sempat duduk disebelahnya saat memasang microphone dan sedikitpun saya tidak menyangka bahwa kami berasal dari pulau yang sama, pulau dewata, karena sang pembicara mengenakan busana yang hanya memperlihatkan matanya.

Keterkejutan saya semakin bertambah ketika sang pembicara mengatakan "...Dulu saya hanya diajarkan A-B dan C, namun sekarang saya bisa belajar D-E hingga Z, sehingga sekarang saya merasa lebih baik dibanding sewaktu masih menganut agama terdahulu." Pembicaraan sekitar 2 jam memang tidak terasa, terlihat yang hadir masih memperhatikan dengan seksama. Hal ini bisa jadi karena kepiawaian sang pembicara dalam berbicara yang disertai contoh beberapa artis yang sekarang lebih baik setelah berapa di agama yang sama dengannya. Saya juga tidak menghitung berapa slide yang sudah saya klik, hingga di layar muncul kalimat "Terimakasih".Setelah acara selesai, kami merapihkan semua peralatan untuk di kembalikan ke kampus. Dan disela-sela "bersih-bersih" tersebut ada seorang teman berucap "Si ibu tadi hebat ya, kapan nih kamu akan menyusul jejaknya?" Setelah diam sejenak, kemudian saya menjawab "Ah mudah itu, nanti saya belajar deh..." Ternyata jawaban saya cukup mengundang perhatian beberapa mahasiswi yang juga mengenakan busana khas suatu agama, dan mereka mengatakan bersedia membimbing saya untuk belajar agamanya.

Entah kebetulan atau tidak, siang itu hujan rintik dari pagi hari. Saya bergegas menuju sebuah fakultas yang salah seorang dosennya merupakan dosen pembimbing saya. Namun karena hujan yang tidak kompromi saya putuskan untuk berteduh disebuah kantin. Tak disangka senyum manis seorang gadis menyambut saya dipojok kantin, "Bli mau kemana hujan-hujan begini?" tanya gadis itu. Perbincangan ringan pun mengalir cukup deras ditengah hujan rintik yang belum juga reda. Gadis ini tergolong cukup pandai, dari keluarga yang punya serta wajah yang cantik. Tak heran jika ia sering berganti-ganti pacar. Perbincangan mengalir terus hingga pada pertanyaannya, apakah salah kalau saya pindah dari agama Hindu? Karena saya tidak memiliki pemahaman agama yang baik dan tidak memiliki referensi agamanya yang cukup, saya hanya menyarankan untuk sebisa mungkin menghindarinya. Ia pun mempertanyakan sikap saya, dan mengutip salah satu sloka pustaka suci Hindu yang mengatakan apapun jalanmu menuju aku, kamu akan sampai kepadaku. "Itu artinya Hindu tidak keberatan penganutnya untuk pindah ke agama lain, dan bila cermati, Hindu menyarankan kita untuk memilih jalan yang kita sukai, jalan yang tidak rumit tentunya, seperti Hindu yang amat ribet pelaksanaannya," jelasnya. Lagi-lagi karena pemahaman Hindu saya yang kurang saya hanya berucap, "Kalau seperti itu pemahamanmu, mungkin benar seperti itu, silahkan saja," kemudian saja pamit pergi berhujan ria untuk menemui dosen karena hari menjelang sore.

Dua bulan kemudian saya mendapat kabar, bahwa si gadis manis cuti kuliah karena menikah. Kabar itu juga menceritakan bahwa keluarga si gadis kecewa karena si gadis pindah agama namun tidak bisa berbuat banyak karena si gadis telah mengandung beberapa bulan. "Sampaikan ucapan selamat menempuh hidup baru dari saya nanti kalau kamu ketemu dia," pinta saya kepada sang pemberi berita. Kami berdua pun menumpang sebuah bus kota menuju sebuah pura untuk persembahyangan rutin setiap hari minggu sore.

Setelah selesai persembahyangan, saya coba menghubungkan pembicara wanita, si gadis manis dan sloka suci yang dimaksud si gadis kepada seorang sarjana Agama Hindu yang berjenggot mirip pengebom Bali. Dan saya mendapatkan penjelasan bahwa, sloka yang dimaksud adalah:

Ye yatha mam prapadyante
Tams tathaiva bhjamy aham
Mama vartmanuvartante
Manusyah partha sarvasah
(Bgv.IV.11)
Jalan apapun yang diambil seseorang untuk mencapaiKu, Kusambut mereka sesuai dengan jalannya, karena jalan yang diambil setiap orang disetiap sisi adalah jalanKu juga oh Arjuna.

Dijelaskan pula jalan yang dimaksud bukanlah agama melainkan cara umat Hindu untuk memuja Hyang Widhi. "Kalau kita mengartikan sloka tersebut dengan pindah agama, bukan sesuatu yang salah, namun kurang betul saja," gurau pria berjenggot tersebut sambil mengelus-elus jenggotnya. "Jalan yang dimaksud oleh sloka tadi ada dalam catur yoga, yaitu karma yoga, bhakti yoga, jnana yoga dan raja yoga. Masing-masing yoga pun dibagi tiga sub, yaitu nista, madya dan utama. Dan masing-masing sub dibagi lagi menjadi tiga sub lagi, yaitu nista ning nista, nista ning madya, nista ning utama dan seterusnya," jelasnya.

"Kalau langsung melihat rumitnya ya pasti rumit. Tetapi banyak cara yang mudah namun seringkali terlupakan. Misalnya, seseorang tidak bisa datang ke pura karena didaerahnya letak pura jauh, juga tidak bisa membuat banten atau sesaji, hafal Tri Sandya pun tidak. Orang tersebut masih bisa menempuh jalan Karma Yoga, dengan cara berprilaku yang baik, bertegur sapa dan tersenyum dengan orang lain. Hindu memiliki banyak cara, dari yang paling mudah hingga yang rumit untuk meningkatkan srada dan bhakti. Tapi tolong jangan diartikan bahwa saya mengatakan banten atau sesajen itu tidak perlu, datang ke pura tidak perlu, bahkan bangunan pura pun tidak perlu. Semua itu tetap perlu kok. Dan jangan bersikap bahwa sebenarnya mampu tetapi pura-pura tidak mampu, perilaku itu juga kurang baik," jelas pria berjenggot dengan tawa renyah.

Karena hari sudah menjelang malam, kami pun meninggalkan areal pura yang asri menuju rumah masing-masing. Namun didalam perjalanan saya masih terpikir akan obrolan ringan tadi. Mungkin jika Hindu Nusantara memiliki lebih banyak lagi sarjana Agama Hindu, memiliki lebih banyak lagi Guru Agama Hindu, memiliki lebih banyak lagi Pen-dharma wacana, memiliki sumber dana yang cukup untuk mendidik generasi muda Hindu, akan memberi pemahaman dan pencerahan sehingga tidak memandang Hindu dari kacamata negatif saja. Kemajuan Hindu nusantara bukan hanya tanggung jawab Parisada, namun tanggung jawab seluruh umat Hindu Nusantara. Untuk itu mari kita dukung penggalangan dana oleh Parisada melalui Badan Dharma Dana Nasional - BDDN (www.bddn.org), sehingga kita tidak kehilangan generasi penerus yang hanya bisa berkata, "Orang tua saya hanya bisa melahirkan, membesarkan dan memberi saya uang, namun tidak memberikan pendidikan agama dalam keluarga."

No comments: