Pattram puspam phalam toyam
yo me bhaktya prayacchata
tad aham bhakty upahrtam
Bhagawadita IX.26.
(Siapa saja yang sujud kepada Aku dengan
persembahan sehelai daun, sekuntum bunga,
sebiji buah-buahan dan seteguk air,
Aku terima sebagai bhakti persembahan
dari orang yang berhati suci)
Image Ajaran agama Hindu yang bersumber pada kitab suci Veda dimanapun sama, namun pelaksanaannya berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya lingkungan alam, sosial budaya dan lain sebagainya. Demikian pula hari-hari raya Hindu baik di India maupun di Indonesia, ada yang sama-sama dirayakan dan ada yang tidak. Persamaan dan perbedaan pelaksanaan kehidupan beragama ini merupakan ciri yang memberi kuasa dan mewarnai pelaksanaan agama Hindu.
=== I Made Titib ===
Di India seperti halnya umat Hindu di Indonesia mengenal banyak hari-hari besar keagamaan atau hari raya yang seluruhnya dapat dibedakan menjadi tiga 3 kelompok , yaitu : Pertama, hari-hari pesta keagamaan (festivals) yang dilakukan dengan meriah, seperti Chitrra Purinima, Durgapuja atau Navaratri, Dipavali, Gayatri Japa, Guru Purnima. Holi , Makara Sankranti, Raksabandha, Vasanta Panchami dan lain-lain. Kedua, adalah hari peringatan kelahiran tokoh-tokoh suci yang disebut Jayanti atau Janmasthani seperti Ganesa Caturti, Gita Jayanti, Valmiki Jayanti, Hanuman Jayanti, Krisna Janmasthani, Sankara Jayanti, Ramanavami dan lain-lain dan ketiga adalah hari untuk melaksanakan Brata(Vrata) atau Upavasa(Puasa) misalnya Sivaratri, Satyanarayana Vrata, Vara Laksmi Vrata, Ekadasi dan lain-lain.
Citra Purnima jatuh pada hari purnama bulan Chaitra, yakni bulan pertama dari penanggalan Saka, pemujaan ditujukan kepada dewa Yama, dewa maut dengan mempersembahkan sesajen berupa nasi berisi bumbu (sejenis "bubur pitara" di Bali) yang kemudian setelah dipersembahkan makanan atau prasadam (di Bali disebut "lungsuran") dibagikan kepada mereka yang mengikuti upacara.
Durgapuja atau Navaratri disebut juga Dussera atau Dasahara jatuh pada tanggal 1 sampai dengan 10 paro terang bulan Aswasuja atau Asuji (September-Oktober) untuk memperingati kemenangan Dharma terhadap Adharma, Upacara ini adalah untuk menghormati kemengangan Sri Rama melawan Rawana yang disebut juga Dasamukha (berkepala sepuluh). Konon Sri Rama berhasil jaya oleh karena anugerah Dewi Durga, karena itu sebagian umat Hindu memuja -Nya pada hari ini sebagai Durgapuja. Versi lain menyebnutkan sebagai kemenangan Sri Kresna melawan raksasa Narakasura, Upacara yang berlangsung 10 hari, sembilan hari pertama disebut Vijaya Dasani. Hari raya yang disebut juga Dussera ini mirip dengan Galungan dan Kuningan di Indonesia.
Dipavali, artinya persembahan lampu, disebut juga Divali, jatuh dua hari sebelum Tilem ( bulam mati) kartika ( Oktober-November), beliau disambut dengan penyalaan lampu-lampu, kembang api dan mercon semalam suntuk. Pagi hingga siang hari dilakukan persembahyangan keluarga di pura-pura terdekat di samping kunjungan keluarga, suasananya seperti Ngembak Agni di Bali.
Gayatri Japa, jatuh sehari setelah purnama Sravana (Kasa) bulan Juli atau agustus, sebagai peringatan turunya mantram Gayatri yang kini populer menjadi mantra Japa yang sangat penting dan sangat dikeramatkan oleh umat Hindu.
Guru Purnima jatuh pada hari purnama Asadha (bulan Juli-Agustus), hari ini disebut juga Vyasa Jayanti, hari lahirnya maharesi Vyasa. Makna hari raya ini mirip dengan Pagerwesi. Sejak purnama ini selama 4 bulan ( Caturmasa) para Sanyasin tidak lagi mengembara (karena musim hujan), mereka tinggal di asram-asram mendiskusikan Brahmasutra dan melakukan meditasi.
Holi, hari ini jatuh pada purnama Phalguna ( Kawulu), bulan Februari-Maret, dirayakan diseluruh India sangat meriah , maknanya untuk menyambut musim panas dikaitkan dengan raksasa perampuan bernama Holika yang akhirnya mati terbakar dikalahkan oleh kenbenaran yang dimanifestasikan oleh Prahlada. Upacaranya mirp dengan mecaru di perempatan-perempatan desa di Bali dan membuat api unggun yang dinyalakan pada saat menjelang malam.
Makara Sankranti jatuh pada pertengahan januari, pada saat itu matahari mulai bergerak ke arah utara Katulistiwa, sebagian besar umat Hindu menyucikan diri di sungai Gangga atau sungai sungai suci lainya di India, pemujaan ditujukan kepada dewa Surya.
Raksabandha jatuh pada hari purnama Sravana(Kasa), Juli- Agustus hari untuk menguatkan tali kasih sayang antara suami-istri, anak orang tua, kemenakan dengan paman/bibi, murid dengan guru dan sebaliknya, mengingatkan cintanya dewi Sachi kepada Indra. Pada hari ini pagi-pagi benar umat Hindu menyucikan diri ke sungai Gangga atau sungai-sungai suci lainya. Selesai sembahyang dilanjutkan dengan pengikatan benang pada pergelangan tangan masing-masing, tanda memperteguh ikatan kasih sayang.
Vasanta Panchami jatuh pada hari kelima paro terang ( Suklapaksa Magha masa), yakni bulan Januari-Februari dalam menyambut musim semi (Vasanta), seperti halnya hari-hari suci lainya, pada hari ini juga umat hindu mandi suci di sungai Gangga atau sungai-sungai suci lainya di India, disamping melakukan meditasi atau yoga Sadhana.
Hari-hari lainya yang berkaitan dengan peringatan kelahiran tokoh seperti Ganesa Caturti jatuh pada tanggal 4 paro terang Badrapada ( Agustus - september ) memperingati kelahiran Ganesa putra Siva. Para pemuja Ganesa melakukan japa, bermeditasi mengingat nama-Nya.
Gita Jayatri adalah memperingati turunya sabda suci Bhagawandgita, jatuh pada Ekadasi Suklapaksa Margasirsa yakni hari ke sebelas paro terang bulan margasirsa (Desember-Januari), seperti dimaklumi Bhagawadgita disampaikan oleh Sri Kresna kepada Arjuna di padang Kurusetra, tepat terjadinya peristiwa rohani ini kini disebut Jyotisara, sekitar 3 kilometer dari tempatnya rsi Bhisma terbaring menunggu matahari bergerak keutara.
Valmiki Jayanti jatuh beberapa hari menjelang Dipavali adalah untuk memperingati tokoh hindu, penyusun Ramayana sedang Hanuman Jayanti jatuh pada purnama Chaitra ( Bulan Maret-April) bersamaan dengan hari Chaitra Purnama, untuk memuja Yama, Kresna Janasthami jatuh pada hari ke 8 paro petang bulan Bhadrapada ( Agustus-September) untuk memperingati kelahiran Sri Kresna di kota Mathura, sebuah kota suci ditepi sungai Yamuna.
Sankara Jayanti jatuh pada tanggal 5 paro terang bulan Vaisaka ( Mei-Juni) untuk menghormati tokoh spiritual India peletak dasar ajaran Advaita Vedanta. Sri Sankara dikenal sebagai gurudeva dari para Sanyasin di seluruh India.
Ramanavani Jayanti adalah peringatan hari kelaiharan Sri Rama yang jatuh pada tanggal 9 paro terang bulan Chaitra ( Maret-April) . Sri Rama lahir di kota suci Ayodya, di Uttar Pradesh, India Utara.
Hari yang berkaitan dengan Brata atau Upavasa adalah Sivaratri hari ini jatuh pada tanggal 14 paro gelap bulan Maghadan Phalguna ( yakni bulan januari dan Februari ). Umat Hindu di Indonesia melaksanakannya pada bulan Magha ( sasih Kapitu), sedang umat Hindu di India melakukan pada bulan Phalguna ( Kawulu). Hal ini mungkin disebabkan saat itu merupakan bulan mati paling gelap di India.
Satya Narayana Vrata umunya dilakukan pada hari-hari purnama seperti Kartika ( Kapat), Vaisaka ( Kadasa), Sravana(Kasa), dan Chaitra ( Kasanga) dapat juga dilakukan pada saat bulan terbit ( tanggal 1 paro terang/penanggal). Bentuknya sangat sederhana yakni berupa persembahan dana punia kepada para pandita dan pemberian / pembagian makanan kepada orang-orang miskin.
Ekadasi atau Vaikunta Ekadasi Vrata jatuh pada tanggal dab panglong dan penanggal 11 bulan Margasisra ( Desember-Januari), 2 kali sebulan berupa puasa tidak makan nasi pada hari itu. meraka yang melakukan Ekadasi Vrata terbebas dari segala dosa.
Vara Laksmi Vrata , dilakukan pada hari Jumat bulan Sravana ( kasa) bulan Juli - Agustus untuk memohon kesejahteraan lahir dan bathin. Masih banyak kita jumpai informasi tentang Brata atau Upavasa di dalam kitab-kitab Ithiasa dan Puranba yang rupanya beberapa diantaranya dipetik dan diabadikan dalam lontar lontar tentang Bratha di Bali.
Telah dijelaskan di depan bahwa hari raya keagamaan yang mirip dengan galuingan dan kuningan adalah hari Durgapuja atau Navaratri yang diakhiri dengan Vijaya Dasani dirayakan hampir diseluruh India.
menurut Svami Sivananda dalam bukunya Fasts & Festivals of India (1991) India bahwa permulaan musim panas dan permulaan musim dingin, dua hal yang sangat penting adalah pengaruh matahari dan Iklim. Pda kedua perioda ini adalah kesempatan yang baik memuja iklim. Durga ( manifestasi Tuhan Yang Maha Esa segabai seorang Ibu) yakni dilakukan bertepatan dengan Ramanavani pada bulan Chaitra ( April-Mei) dan pada Durga Navarartri atau VijayaDasami pada bulan Asuji (September - Oktober) . Sri Rama dipuja pada saat Ramanavami sedang dewi dewi Durga di puja pada Navaratri. Durgapuja ini dirayakan secara besar-besaran dengan menghias altar ( tempat pemujaan keluarga, biasanya dalam kamar suci, tidak mempunyai pemerajan seperti kita di Indonesia). Tiga hari pertama pemujaan ditujukan kepada dewi Durga, tiga hari selanjutnya kepada dewi Laksmi dan tiga hari berikutnya kepada dewi Sarasvati.
Pada Pucak perayaan, hari ke sepuluh ( Vijaya Dasami) sejak pagi hari umat telah melakukan sembahyang dirumah ditujukan kepada ketiga dewi tadi, didahului dengan pemnujaan kepada Ganesa dan diakhiri denan pemujaan kepada dewa Siva atau Istadevata lainya. Selesai pemujaan dilanjutkan denan Dhyana atai meditasi dan pembacaan kitab-kitab suci khusunnya Dewi Sukta dari Rgveda, Dewi Mahatya, Bhagavadgita, Upanisad, Brahmasutra atau kitab Ramayana. Umat pada umumnya sejak pagi sudah mengucapkan Bhajan atau kidung-kidung memuja keagungan Tuhan Yang Maha Esa . Berbagai jenus makanan dipersembahkan dan akhir dari persembahyangan bersama dalam keluarga atau di pura ( Mandir ) selalu dibagikan Pradasam atau lungsuran untuk dinikmati bersama. Dewasa ini resepsi perayaan Durgapuja atau Wijaya Dasami dilakukan puladi kantor-kantor pemerintah dan swasta, juga disekolah-sekolah , selesai persembahyangan pada umumnya umat melakukan Dharmasanti, yakni kunjungan kepada keluarga terdekat, para guru pandita maupun sahabat atau tetangga. Saat ini semua keluarga berkumpul, karena itu beberapa hari kota-kota besar seperti mati, karena suasananya sepi, Ketika malam tiba, mulailah dilaksanakan pembakaran patung patung rawana yang digambarkan berkepala sepuluh, juga adiknya kumbakarna dan putranya meghananda, di India Timur dan selatan dilanjutkan dengan mengarak arca atau patung Durga, seorang dewi yang amat cantik bertangan sepuluh. Pembakaran atau terbunuhnya Rawana dan pengikutnya selalu dudahului dengan drama tari Ramayana dan keesokan harinya umat datang ke sungai-sungai suci untuk mandi menyucikan diri. Demikianlah pelaksanaan Vijaya Dasami, sedang peringatan tahun Baru Saka yang kita kenal dengan hari raya Nyepi tidak dikenal/dirayakan oagi di India, walaupun pada jaman dahulu hampir seluruh India mengenal dan menggunakan tahun Saka. Kini di India hanya pemerintah yang menetapkan tahun baru Saka setiap tanggal 22 Maret bila tahun biasa dan 21 maret bila Tahun Kabisat dan masyarakat umum kurang memperhatikan hal itu. Di India selain tahun Saka, dikenal juga tahun Harsa ( Harsa Sampat), tahun Vikrama ( Vikrama Sampat) dan lain-lain. Informasi yang saya terima tahun yang lalau di Nepal umat Hindu juga merayakan tahun baru Saka bersamaan denan hari raya Nyepi kita di Indonesia. Untuk dimaklumi Nepal adalah satu-satunya kerajaan hindu di dunia yang tempatnya di pegunungan Himalaya. Arsitektur pura di Neval bentukya sama denan Meru di Bali ( Indonesia), manunjukkan hubungan yang erat pengaruh Hindu ( India) terhadap Indonesia. Rupanya karena perbedaan musim dan tidak ada raja yang menjadikan Sri Rama sebagai Istadevata maupun karena sistem kalender yang digunakan di Indonesia, kita hanya mengenal Galungan dua kali dalam setahun, seperti halnya juga Sarasvati puja.
Selanjutnya bila kita memperhatikan persembahyangan yang dilakukan sehari menjelang hari raya Holi, yakni berupa persembahan biji bijian dan bunga serta pada air pada perempatan-perampatan desa yang telah menyiapkan kayu api untuik apiu unggun mengingat kita pada upacara Catur Tawur Kasanga, sehari menjelang Nyepi, sedang pelaksanaan Sivaratri hampir sama dengan di Indonesia.
Permulaan Perayaan Galungan di Bali (Indonesia)
Sungguh amat sulit memastikan hal ini, bila kita menegok kembali pada sumber tradisi di Bali di antaranya kitab Usana bali dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh bapak K.Ginarsa terhadap prasasti-prasasti jaman bali Kuna maka dapat disimpulkan baha Galungan telah dirayakan pada jaman Valajaya atau Tarunajaya yang didalam lontar Usana Bali disebut Jayakusuma putra dari raja Bhatara Guru yang memerintah pada tahun saka 1246 -1250 . Didalam lontar Usana Bali dinyatakan bahwa para raja pendek usianya disebabkan melupakan tradisi untuk merayakan Galungan ( yakni upacara pabhyakalan pada Kala Tiga ning Dungulan )
Bila kita melihat upacara Sradha, yakni upacara penyucian roh sang raja Gunapriya Dharmapathi, permaisuri raja Dharma udayana Varmadewa yang memerintah Saka 911-929 dan ketika mangkat rohnya disatukan dengan Istadevata-Nya sebagai Durgamahisa sura mardini, yaitu Dewi Durga sedang membunuh raksasa dalam wujudnya seekor kerbau ( kini arcanya tersimpan di pura kedarman burwan kutri, Gianyar), maka upacara Durgapuja telah dilaksanakan pada waktu itu. Upacara penyatuan roh yang telah disucikan dengan dewata pujaan (Istadevata) disebut mencapai tingkatan Atmasiddhadevata dan hal ini dapat kita lihat dari Informasi penyucian roh leluhur raja Hayam Wuruk, yakni Ratu gayatri di Pura penataran yang dalam kitab Nagarakrtagama, Pura ini disebut Hyang I Palah.
Upacara Durgapuja pada waktu itu belum disebut galungan, melainkan disebut " atawuri umah anucyaken pitara" yang artinya upacara selamatan rumah dan penyucian roh ( leluhur), sebagaimana bunyi prasasti Suradhipa tahun Saka 1037.
Istilah Galungan rupanya pertama kali disebut dalam prasasti yang di keluarkan oleh raja Jaya Sakti tahun Saka 1055, disamping juga sesajen yang bernama Tahapan-stri, persembahan yang ditujukan kepada dewi Durga Sakti Siva, karena dewi Durga- lah yang dapat membasmi berbagai bentuk kejahatan dalam wujud raksasa.. Ciri khas persembahan kepada dewi Durga adalah berupa daging babi yang sampai kini masih tersisa di Bengala dan Nepal dan rupanya penggunaan daging babi ( yang juga warisi di Bali) adalah tradisi dari upacara Durgapuja itu.
Selanjnya bila kita melihat penaggalan bali, dalam hitungan hari yang disebut Astawara, maka sejak Radite sampai dengan Anggara Wage Dungulan, hari-hari itu bertepatan dengan Kala, karenanya disebut Sang Kala Tiga, sedang pada hari galungan ( Buda Kliwon Dungulan) adalah Uma, nama lain dari Durga dalam aspek Santa ( damai) pada saat ini umat memohon anugerahnya. Hari Galungan di samping memuja Tuhan Yang Maha Esa dalam aspek beliau sebagai Uma, Durga atau Siva Mahdeva, bagi umat Hindu di Bali adalah juga merupakan hari pemujaan kepada leluhur. Hal ini dapat kita lihat dari rangkaian dari dan upacara Galungan, sejak Sugihan Jawa, Bali sampai dengan Sabtu Umanis Wuku Kuningan , akhir dari rangkaian perayaan Galungan.
Berdasarkan penjelasan tadi, Galungan telah dimulai sejak jaman Bali Kuna dan hingga kini tetap dirayakan. Jelaslah bagi kita upacara Galungan memiliki kesamaan makna dengan upacara Durgapuja atau Sradha Vijaya Dasani di India. Tentang filsafat Galungan ini kiranya dapat dilihat dari keputusan Seminar Kesatuan Tafsir kiranya dapat aspek-aspek agama hindu I di Amlapura, 1975 yang telah pula ditetapkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia, sebagai hari kemenangan Dharma melawan a Dharma, kebenaran melawan kejahatan.
Hal yang tergantung adalah adanya transformasi diri bahwa dengan persembahyangan yang mantap pada hari-hari besar keagamaan diharapkan kita lebbih maju dalam bidang spiritual. Transformasi yang dimaksud adalah perubahan diri dari tadinya yang masih dibelenggu oleh sifat loba atau tamak, angkuh, suka menipu orang dan perbuatan sejenisnya berubah menjadi dermawan, suka menolong hidup lainyua. Transformasi diri akan terjadi dengan sendirinya bila mampu mengaktualisasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Apakah artinya berbagai bentuk perayaan dan persembahyangan yang kita lakukan bila tidak terjadi perubahan diri, sipat-sifat Adharma senantiasa menguasai kita. Tentunya hal itu akan sia-sia.
Sebenarnya banyak hal yang dapat dilakukan dalam rangka memperingati hari-hari raya keagamaan ini dan sesuai pula dengan pengertian agama yakni mewujudkan "kerahayuan jagat", disamping kegiatan ritual, kegiatan-kegiatan sosial keagamaan dan kemanusiaan sangat mutlak dilakukan. Disinilah pentingnya aktualisasi dan reaktualisasi agama dalam kehidupan bersama dalam masyarakat. Panitia-panitia perayaan yang ada pada lingkungan desa atau kantor instansi pemerintah atau swasta dapat melakukan berbagai kegitan, misalnya dengan donor darah, mengunjungi panti asuhan dan rumah jompo, memberikan pelayanan kesehatan, penghijaun dan lain-lain. Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat melalui Pesamuhan Agung 1989 yang lalu menetapkan 6 meteda pembinaan umat, yakni: Dharma Vacana (yakni kotbah/ceramah agama), Dharma Tula (diskusi/sarasehan agama), Dharma Gita (menyayikan lagu-lagukeagamaan), Dharma Santi (Silaturahmi/resepsi ), Dharma Sadhana (merealisasikan ajaran agama melalui yogasamadi ) dan Dharma atau Tirthayatra mengunjungi tempat-tempat suci untuk mendapatkan kesucian diri ). Bila 6 kegiatan ini dapat dilakukan maka transformasi diri denngan sendirinya terjadi. Semogalah *
Om Dirghayur astu tat astu svaha
Om Santih Santih Santih
yo me bhaktya prayacchata
tad aham bhakty upahrtam
Bhagawadita IX.26.
(Siapa saja yang sujud kepada Aku dengan
persembahan sehelai daun, sekuntum bunga,
sebiji buah-buahan dan seteguk air,
Aku terima sebagai bhakti persembahan
dari orang yang berhati suci)
Image Ajaran agama Hindu yang bersumber pada kitab suci Veda dimanapun sama, namun pelaksanaannya berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya lingkungan alam, sosial budaya dan lain sebagainya. Demikian pula hari-hari raya Hindu baik di India maupun di Indonesia, ada yang sama-sama dirayakan dan ada yang tidak. Persamaan dan perbedaan pelaksanaan kehidupan beragama ini merupakan ciri yang memberi kuasa dan mewarnai pelaksanaan agama Hindu.
=== I Made Titib ===
Di India seperti halnya umat Hindu di Indonesia mengenal banyak hari-hari besar keagamaan atau hari raya yang seluruhnya dapat dibedakan menjadi tiga 3 kelompok , yaitu : Pertama, hari-hari pesta keagamaan (festivals) yang dilakukan dengan meriah, seperti Chitrra Purinima, Durgapuja atau Navaratri, Dipavali, Gayatri Japa, Guru Purnima. Holi , Makara Sankranti, Raksabandha, Vasanta Panchami dan lain-lain. Kedua, adalah hari peringatan kelahiran tokoh-tokoh suci yang disebut Jayanti atau Janmasthani seperti Ganesa Caturti, Gita Jayanti, Valmiki Jayanti, Hanuman Jayanti, Krisna Janmasthani, Sankara Jayanti, Ramanavami dan lain-lain dan ketiga adalah hari untuk melaksanakan Brata(Vrata) atau Upavasa(Puasa) misalnya Sivaratri, Satyanarayana Vrata, Vara Laksmi Vrata, Ekadasi dan lain-lain.
Citra Purnima jatuh pada hari purnama bulan Chaitra, yakni bulan pertama dari penanggalan Saka, pemujaan ditujukan kepada dewa Yama, dewa maut dengan mempersembahkan sesajen berupa nasi berisi bumbu (sejenis "bubur pitara" di Bali) yang kemudian setelah dipersembahkan makanan atau prasadam (di Bali disebut "lungsuran") dibagikan kepada mereka yang mengikuti upacara.
Durgapuja atau Navaratri disebut juga Dussera atau Dasahara jatuh pada tanggal 1 sampai dengan 10 paro terang bulan Aswasuja atau Asuji (September-Oktober) untuk memperingati kemenangan Dharma terhadap Adharma, Upacara ini adalah untuk menghormati kemengangan Sri Rama melawan Rawana yang disebut juga Dasamukha (berkepala sepuluh). Konon Sri Rama berhasil jaya oleh karena anugerah Dewi Durga, karena itu sebagian umat Hindu memuja -Nya pada hari ini sebagai Durgapuja. Versi lain menyebnutkan sebagai kemenangan Sri Kresna melawan raksasa Narakasura, Upacara yang berlangsung 10 hari, sembilan hari pertama disebut Vijaya Dasani. Hari raya yang disebut juga Dussera ini mirip dengan Galungan dan Kuningan di Indonesia.
Dipavali, artinya persembahan lampu, disebut juga Divali, jatuh dua hari sebelum Tilem ( bulam mati) kartika ( Oktober-November), beliau disambut dengan penyalaan lampu-lampu, kembang api dan mercon semalam suntuk. Pagi hingga siang hari dilakukan persembahyangan keluarga di pura-pura terdekat di samping kunjungan keluarga, suasananya seperti Ngembak Agni di Bali.
Gayatri Japa, jatuh sehari setelah purnama Sravana (Kasa) bulan Juli atau agustus, sebagai peringatan turunya mantram Gayatri yang kini populer menjadi mantra Japa yang sangat penting dan sangat dikeramatkan oleh umat Hindu.
Guru Purnima jatuh pada hari purnama Asadha (bulan Juli-Agustus), hari ini disebut juga Vyasa Jayanti, hari lahirnya maharesi Vyasa. Makna hari raya ini mirip dengan Pagerwesi. Sejak purnama ini selama 4 bulan ( Caturmasa) para Sanyasin tidak lagi mengembara (karena musim hujan), mereka tinggal di asram-asram mendiskusikan Brahmasutra dan melakukan meditasi.
Holi, hari ini jatuh pada purnama Phalguna ( Kawulu), bulan Februari-Maret, dirayakan diseluruh India sangat meriah , maknanya untuk menyambut musim panas dikaitkan dengan raksasa perampuan bernama Holika yang akhirnya mati terbakar dikalahkan oleh kenbenaran yang dimanifestasikan oleh Prahlada. Upacaranya mirp dengan mecaru di perempatan-perempatan desa di Bali dan membuat api unggun yang dinyalakan pada saat menjelang malam.
Makara Sankranti jatuh pada pertengahan januari, pada saat itu matahari mulai bergerak ke arah utara Katulistiwa, sebagian besar umat Hindu menyucikan diri di sungai Gangga atau sungai sungai suci lainya di India, pemujaan ditujukan kepada dewa Surya.
Raksabandha jatuh pada hari purnama Sravana(Kasa), Juli- Agustus hari untuk menguatkan tali kasih sayang antara suami-istri, anak orang tua, kemenakan dengan paman/bibi, murid dengan guru dan sebaliknya, mengingatkan cintanya dewi Sachi kepada Indra. Pada hari ini pagi-pagi benar umat Hindu menyucikan diri ke sungai Gangga atau sungai-sungai suci lainya. Selesai sembahyang dilanjutkan dengan pengikatan benang pada pergelangan tangan masing-masing, tanda memperteguh ikatan kasih sayang.
Vasanta Panchami jatuh pada hari kelima paro terang ( Suklapaksa Magha masa), yakni bulan Januari-Februari dalam menyambut musim semi (Vasanta), seperti halnya hari-hari suci lainya, pada hari ini juga umat hindu mandi suci di sungai Gangga atau sungai-sungai suci lainya di India, disamping melakukan meditasi atau yoga Sadhana.
Hari-hari lainya yang berkaitan dengan peringatan kelahiran tokoh seperti Ganesa Caturti jatuh pada tanggal 4 paro terang Badrapada ( Agustus - september ) memperingati kelahiran Ganesa putra Siva. Para pemuja Ganesa melakukan japa, bermeditasi mengingat nama-Nya.
Gita Jayatri adalah memperingati turunya sabda suci Bhagawandgita, jatuh pada Ekadasi Suklapaksa Margasirsa yakni hari ke sebelas paro terang bulan margasirsa (Desember-Januari), seperti dimaklumi Bhagawadgita disampaikan oleh Sri Kresna kepada Arjuna di padang Kurusetra, tepat terjadinya peristiwa rohani ini kini disebut Jyotisara, sekitar 3 kilometer dari tempatnya rsi Bhisma terbaring menunggu matahari bergerak keutara.
Valmiki Jayanti jatuh beberapa hari menjelang Dipavali adalah untuk memperingati tokoh hindu, penyusun Ramayana sedang Hanuman Jayanti jatuh pada purnama Chaitra ( Bulan Maret-April) bersamaan dengan hari Chaitra Purnama, untuk memuja Yama, Kresna Janasthami jatuh pada hari ke 8 paro petang bulan Bhadrapada ( Agustus-September) untuk memperingati kelahiran Sri Kresna di kota Mathura, sebuah kota suci ditepi sungai Yamuna.
Sankara Jayanti jatuh pada tanggal 5 paro terang bulan Vaisaka ( Mei-Juni) untuk menghormati tokoh spiritual India peletak dasar ajaran Advaita Vedanta. Sri Sankara dikenal sebagai gurudeva dari para Sanyasin di seluruh India.
Ramanavani Jayanti adalah peringatan hari kelaiharan Sri Rama yang jatuh pada tanggal 9 paro terang bulan Chaitra ( Maret-April) . Sri Rama lahir di kota suci Ayodya, di Uttar Pradesh, India Utara.
Hari yang berkaitan dengan Brata atau Upavasa adalah Sivaratri hari ini jatuh pada tanggal 14 paro gelap bulan Maghadan Phalguna ( yakni bulan januari dan Februari ). Umat Hindu di Indonesia melaksanakannya pada bulan Magha ( sasih Kapitu), sedang umat Hindu di India melakukan pada bulan Phalguna ( Kawulu). Hal ini mungkin disebabkan saat itu merupakan bulan mati paling gelap di India.
Satya Narayana Vrata umunya dilakukan pada hari-hari purnama seperti Kartika ( Kapat), Vaisaka ( Kadasa), Sravana(Kasa), dan Chaitra ( Kasanga) dapat juga dilakukan pada saat bulan terbit ( tanggal 1 paro terang/penanggal). Bentuknya sangat sederhana yakni berupa persembahan dana punia kepada para pandita dan pemberian / pembagian makanan kepada orang-orang miskin.
Ekadasi atau Vaikunta Ekadasi Vrata jatuh pada tanggal dab panglong dan penanggal 11 bulan Margasisra ( Desember-Januari), 2 kali sebulan berupa puasa tidak makan nasi pada hari itu. meraka yang melakukan Ekadasi Vrata terbebas dari segala dosa.
Vara Laksmi Vrata , dilakukan pada hari Jumat bulan Sravana ( kasa) bulan Juli - Agustus untuk memohon kesejahteraan lahir dan bathin. Masih banyak kita jumpai informasi tentang Brata atau Upavasa di dalam kitab-kitab Ithiasa dan Puranba yang rupanya beberapa diantaranya dipetik dan diabadikan dalam lontar lontar tentang Bratha di Bali.
Telah dijelaskan di depan bahwa hari raya keagamaan yang mirip dengan galuingan dan kuningan adalah hari Durgapuja atau Navaratri yang diakhiri dengan Vijaya Dasani dirayakan hampir diseluruh India.
menurut Svami Sivananda dalam bukunya Fasts & Festivals of India (1991) India bahwa permulaan musim panas dan permulaan musim dingin, dua hal yang sangat penting adalah pengaruh matahari dan Iklim. Pda kedua perioda ini adalah kesempatan yang baik memuja iklim. Durga ( manifestasi Tuhan Yang Maha Esa segabai seorang Ibu) yakni dilakukan bertepatan dengan Ramanavani pada bulan Chaitra ( April-Mei) dan pada Durga Navarartri atau VijayaDasami pada bulan Asuji (September - Oktober) . Sri Rama dipuja pada saat Ramanavami sedang dewi dewi Durga di puja pada Navaratri. Durgapuja ini dirayakan secara besar-besaran dengan menghias altar ( tempat pemujaan keluarga, biasanya dalam kamar suci, tidak mempunyai pemerajan seperti kita di Indonesia). Tiga hari pertama pemujaan ditujukan kepada dewi Durga, tiga hari selanjutnya kepada dewi Laksmi dan tiga hari berikutnya kepada dewi Sarasvati.
Pada Pucak perayaan, hari ke sepuluh ( Vijaya Dasami) sejak pagi hari umat telah melakukan sembahyang dirumah ditujukan kepada ketiga dewi tadi, didahului dengan pemnujaan kepada Ganesa dan diakhiri denan pemujaan kepada dewa Siva atau Istadevata lainya. Selesai pemujaan dilanjutkan denan Dhyana atai meditasi dan pembacaan kitab-kitab suci khusunnya Dewi Sukta dari Rgveda, Dewi Mahatya, Bhagavadgita, Upanisad, Brahmasutra atau kitab Ramayana. Umat pada umumnya sejak pagi sudah mengucapkan Bhajan atau kidung-kidung memuja keagungan Tuhan Yang Maha Esa . Berbagai jenus makanan dipersembahkan dan akhir dari persembahyangan bersama dalam keluarga atau di pura ( Mandir ) selalu dibagikan Pradasam atau lungsuran untuk dinikmati bersama. Dewasa ini resepsi perayaan Durgapuja atau Wijaya Dasami dilakukan puladi kantor-kantor pemerintah dan swasta, juga disekolah-sekolah , selesai persembahyangan pada umumnya umat melakukan Dharmasanti, yakni kunjungan kepada keluarga terdekat, para guru pandita maupun sahabat atau tetangga. Saat ini semua keluarga berkumpul, karena itu beberapa hari kota-kota besar seperti mati, karena suasananya sepi, Ketika malam tiba, mulailah dilaksanakan pembakaran patung patung rawana yang digambarkan berkepala sepuluh, juga adiknya kumbakarna dan putranya meghananda, di India Timur dan selatan dilanjutkan dengan mengarak arca atau patung Durga, seorang dewi yang amat cantik bertangan sepuluh. Pembakaran atau terbunuhnya Rawana dan pengikutnya selalu dudahului dengan drama tari Ramayana dan keesokan harinya umat datang ke sungai-sungai suci untuk mandi menyucikan diri. Demikianlah pelaksanaan Vijaya Dasami, sedang peringatan tahun Baru Saka yang kita kenal dengan hari raya Nyepi tidak dikenal/dirayakan oagi di India, walaupun pada jaman dahulu hampir seluruh India mengenal dan menggunakan tahun Saka. Kini di India hanya pemerintah yang menetapkan tahun baru Saka setiap tanggal 22 Maret bila tahun biasa dan 21 maret bila Tahun Kabisat dan masyarakat umum kurang memperhatikan hal itu. Di India selain tahun Saka, dikenal juga tahun Harsa ( Harsa Sampat), tahun Vikrama ( Vikrama Sampat) dan lain-lain. Informasi yang saya terima tahun yang lalau di Nepal umat Hindu juga merayakan tahun baru Saka bersamaan denan hari raya Nyepi kita di Indonesia. Untuk dimaklumi Nepal adalah satu-satunya kerajaan hindu di dunia yang tempatnya di pegunungan Himalaya. Arsitektur pura di Neval bentukya sama denan Meru di Bali ( Indonesia), manunjukkan hubungan yang erat pengaruh Hindu ( India) terhadap Indonesia. Rupanya karena perbedaan musim dan tidak ada raja yang menjadikan Sri Rama sebagai Istadevata maupun karena sistem kalender yang digunakan di Indonesia, kita hanya mengenal Galungan dua kali dalam setahun, seperti halnya juga Sarasvati puja.
Selanjutnya bila kita memperhatikan persembahyangan yang dilakukan sehari menjelang hari raya Holi, yakni berupa persembahan biji bijian dan bunga serta pada air pada perempatan-perampatan desa yang telah menyiapkan kayu api untuik apiu unggun mengingat kita pada upacara Catur Tawur Kasanga, sehari menjelang Nyepi, sedang pelaksanaan Sivaratri hampir sama dengan di Indonesia.
Permulaan Perayaan Galungan di Bali (Indonesia)
Sungguh amat sulit memastikan hal ini, bila kita menegok kembali pada sumber tradisi di Bali di antaranya kitab Usana bali dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh bapak K.Ginarsa terhadap prasasti-prasasti jaman bali Kuna maka dapat disimpulkan baha Galungan telah dirayakan pada jaman Valajaya atau Tarunajaya yang didalam lontar Usana Bali disebut Jayakusuma putra dari raja Bhatara Guru yang memerintah pada tahun saka 1246 -1250 . Didalam lontar Usana Bali dinyatakan bahwa para raja pendek usianya disebabkan melupakan tradisi untuk merayakan Galungan ( yakni upacara pabhyakalan pada Kala Tiga ning Dungulan )
Bila kita melihat upacara Sradha, yakni upacara penyucian roh sang raja Gunapriya Dharmapathi, permaisuri raja Dharma udayana Varmadewa yang memerintah Saka 911-929 dan ketika mangkat rohnya disatukan dengan Istadevata-Nya sebagai Durgamahisa sura mardini, yaitu Dewi Durga sedang membunuh raksasa dalam wujudnya seekor kerbau ( kini arcanya tersimpan di pura kedarman burwan kutri, Gianyar), maka upacara Durgapuja telah dilaksanakan pada waktu itu. Upacara penyatuan roh yang telah disucikan dengan dewata pujaan (Istadevata) disebut mencapai tingkatan Atmasiddhadevata dan hal ini dapat kita lihat dari Informasi penyucian roh leluhur raja Hayam Wuruk, yakni Ratu gayatri di Pura penataran yang dalam kitab Nagarakrtagama, Pura ini disebut Hyang I Palah.
Upacara Durgapuja pada waktu itu belum disebut galungan, melainkan disebut " atawuri umah anucyaken pitara" yang artinya upacara selamatan rumah dan penyucian roh ( leluhur), sebagaimana bunyi prasasti Suradhipa tahun Saka 1037.
Istilah Galungan rupanya pertama kali disebut dalam prasasti yang di keluarkan oleh raja Jaya Sakti tahun Saka 1055, disamping juga sesajen yang bernama Tahapan-stri, persembahan yang ditujukan kepada dewi Durga Sakti Siva, karena dewi Durga- lah yang dapat membasmi berbagai bentuk kejahatan dalam wujud raksasa.. Ciri khas persembahan kepada dewi Durga adalah berupa daging babi yang sampai kini masih tersisa di Bengala dan Nepal dan rupanya penggunaan daging babi ( yang juga warisi di Bali) adalah tradisi dari upacara Durgapuja itu.
Selanjnya bila kita melihat penaggalan bali, dalam hitungan hari yang disebut Astawara, maka sejak Radite sampai dengan Anggara Wage Dungulan, hari-hari itu bertepatan dengan Kala, karenanya disebut Sang Kala Tiga, sedang pada hari galungan ( Buda Kliwon Dungulan) adalah Uma, nama lain dari Durga dalam aspek Santa ( damai) pada saat ini umat memohon anugerahnya. Hari Galungan di samping memuja Tuhan Yang Maha Esa dalam aspek beliau sebagai Uma, Durga atau Siva Mahdeva, bagi umat Hindu di Bali adalah juga merupakan hari pemujaan kepada leluhur. Hal ini dapat kita lihat dari rangkaian dari dan upacara Galungan, sejak Sugihan Jawa, Bali sampai dengan Sabtu Umanis Wuku Kuningan , akhir dari rangkaian perayaan Galungan.
Berdasarkan penjelasan tadi, Galungan telah dimulai sejak jaman Bali Kuna dan hingga kini tetap dirayakan. Jelaslah bagi kita upacara Galungan memiliki kesamaan makna dengan upacara Durgapuja atau Sradha Vijaya Dasani di India. Tentang filsafat Galungan ini kiranya dapat dilihat dari keputusan Seminar Kesatuan Tafsir kiranya dapat aspek-aspek agama hindu I di Amlapura, 1975 yang telah pula ditetapkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia, sebagai hari kemenangan Dharma melawan a Dharma, kebenaran melawan kejahatan.
Hal yang tergantung adalah adanya transformasi diri bahwa dengan persembahyangan yang mantap pada hari-hari besar keagamaan diharapkan kita lebbih maju dalam bidang spiritual. Transformasi yang dimaksud adalah perubahan diri dari tadinya yang masih dibelenggu oleh sifat loba atau tamak, angkuh, suka menipu orang dan perbuatan sejenisnya berubah menjadi dermawan, suka menolong hidup lainyua. Transformasi diri akan terjadi dengan sendirinya bila mampu mengaktualisasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Apakah artinya berbagai bentuk perayaan dan persembahyangan yang kita lakukan bila tidak terjadi perubahan diri, sipat-sifat Adharma senantiasa menguasai kita. Tentunya hal itu akan sia-sia.
Sebenarnya banyak hal yang dapat dilakukan dalam rangka memperingati hari-hari raya keagamaan ini dan sesuai pula dengan pengertian agama yakni mewujudkan "kerahayuan jagat", disamping kegiatan ritual, kegiatan-kegiatan sosial keagamaan dan kemanusiaan sangat mutlak dilakukan. Disinilah pentingnya aktualisasi dan reaktualisasi agama dalam kehidupan bersama dalam masyarakat. Panitia-panitia perayaan yang ada pada lingkungan desa atau kantor instansi pemerintah atau swasta dapat melakukan berbagai kegitan, misalnya dengan donor darah, mengunjungi panti asuhan dan rumah jompo, memberikan pelayanan kesehatan, penghijaun dan lain-lain. Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat melalui Pesamuhan Agung 1989 yang lalu menetapkan 6 meteda pembinaan umat, yakni: Dharma Vacana (yakni kotbah/ceramah agama), Dharma Tula (diskusi/sarasehan agama), Dharma Gita (menyayikan lagu-lagukeagamaan), Dharma Santi (Silaturahmi/resepsi ), Dharma Sadhana (merealisasikan ajaran agama melalui yogasamadi ) dan Dharma atau Tirthayatra mengunjungi tempat-tempat suci untuk mendapatkan kesucian diri ). Bila 6 kegiatan ini dapat dilakukan maka transformasi diri denngan sendirinya terjadi. Semogalah *
Om Dirghayur astu tat astu svaha
Om Santih Santih Santih
Sumber: Web PHDI