Singaraja, 3 Agustus 2007
PERAYAAN Asadha Puja 2551 di Vihara Giri Manggala Alasangker, Buleleng berlangsung 3 Agustus lalu. Perayaan hari perputaran roda Dhamma itu dipimpin oleh Upasaka Komang Kariasa. Kegiatan itu dihadiri Ketua Umum Walubi Bali I.B. Rahoela, Ketua Magabudhi Bali yang juga Ketua Dayaka Sabha Vihara Buddha Sakyamuni Denpasar, Pmd. Sudiarta Indrajaya, S.E., Forum Ibu-ibu Budhis, Patria, umat Buddha dari berbagai daerah serta simpatisan.
Perayaan Asadha Puja di Vihara Giri Manggala itu diisi dengan pembabaran Dhamma dengan menghadirkan penutur kejernihan Gede Prama dan prosesi tersebut berlangsung khidmat. Kedatangan Gede Prama disambut dengan gender dan angklung serta taburan bunga olah panitia, dayaka sabha, dan segenap umat.
Pada kesempatan tersebut Gede Prama Gede Prama membawakan ceramah Dhamma bertajuk "Genta-genta Siwa-Buddha" dengan pemaparan antara lain tentang darah spiritual orang Bali, cerita tentang genta Siwa-Buddha dan Hindu yang Indah. Lanjut Gede Prama, bagi umat Hindu, Buddha bukanlah orang lain. Guru agung Sidartha Gautama lahir di keluarga Hindu. Itu sebuah fakta sejarah. Bahkan, Mahatma Gandhi, kata Prama, pernah mengatakan Hindu India berutang banyak pada Sidartha Gautama. Atas kelahiran Sidartha, perjalanan Hindu keluar dari hal-hal yang berbau mistik, nujum dan sejenisnya. Andaikan tidak ada Sidartha Gautama, jangan-jangan Hindu sudah melenceng jauh dari Weda. Pun, Wiwekananda pernah bilang Sidartha Gautama cerdas sekali mengambil intisari Weda.
Sementara Siwa-Buddha adalah agama yang lebih awal masuk ke Nusantara. Sebagaimana tercatat di Museum Gajah atau Museum Nasional Jakarta, lanjut Prama, agama orang Nusantara pada kurun waktu tertentu adalah Siwa-Buddha. Sementara sejarah keagamaan orang Bali sama dengan orang Tibet. Sebelum masuk Buddha, orang Tibet memiliki agama Bon. Agama Buddha dan Bon, akhirnya menyatu seperti Siwa-Buddha di Bali.
Tanda Kebuddhaan di Bali
Di lain sisi, Prama mengatakan, ada banyak tanda spiritual soal "'kebuddhaan" di Bali. Di Bali, umat menyebut Tuhan dengan nama Sang Hyang Mbang atau Mahasunyi yang dalam agama Buddha ada istilah Sunyata. Tahun baru di Bali dirayakan dengan sunyi (sunyata). Hari kemenangan Dharma melawan Adharma yaitu Galungan jatuh pada hari Rabu dalam bahasa Balinya Buda. Di Bali Selatan, ada Pura Sakenan yang puncak piodalannya jatuh pada Hari Raya Kuningan. Sementara Sakenan berasal dari kata Sakyamuni. Sakyamuni nama asli Sidartha Gautama. ''Karena itu bagi umat Hindu di Bali, Buddha bukanlah orang lain,'' kata Prama.
Di samping itu ada dua titik sejarah di Bali yang memberikan pintu pemahaman bahwa orang Bali memiliki ''darah'' Buddha. Pada abad 10-11 ada banyak sekte di Bali yang dikhawatirkan menimbulkan gejolak. Kemudian raja di Bali mendatangkan seorang mahaguru dari Jawa, namanya Mpu Kuturan untuk menyatukan sekte-sekte tersebut. Mpu Kuturan pun melahirkan konsep Tri Kahyangan-Pura Puseh, Dalem dan Baleagung. Mpu Kuturan sendiri adalah pendeta Buddha yang peninggalannya adalah Meru, hasil modifikasi Pagoda umat Buddha.
Pada Abad ke-16, Bali mengalami masa kejayaan di bawah Raja Dalem Waturenggong. Dalam masa kerajaan itu ada penasihat spiritual yaitu pendeta Siwa-Buddha. Peninggalannya berupa Padmasana. Jejak-jejak kebuddhaan yang lain berupa tempat pemujaan Buddha di sejumlah pura di Bali.Sebagai apresiasi atas terselenggaranya Perayaan Asadha Puja 2551/2007 ini ketua panitia, Komang Kanthi Kumara, Ketua Dayaka Sabha Vihara Giri Manggala Alas Sangker menyerahkan miniatur Rupam Boddhisatva Sidarta Gautama yang merupakan hasil karya Kerajinan umat Buddha setempat kepada Gede Prama, Ketua Yayasan Girirakkhito Mahathera, IB. Rahoela, Ketua Magabudhi Bali, Pmd. Sudiarta Indrajaya. Hadir pula pada kesempatan tersebut Dhamma Jiyoti, Candanarsa (ketua dayaka saba Vihara Amurva Bhumi), dan Andika Putra (ketua dayaka sabha Vihara Dharmacattra).
PERAYAAN Asadha Puja 2551 di Vihara Giri Manggala Alasangker, Buleleng berlangsung 3 Agustus lalu. Perayaan hari perputaran roda Dhamma itu dipimpin oleh Upasaka Komang Kariasa. Kegiatan itu dihadiri Ketua Umum Walubi Bali I.B. Rahoela, Ketua Magabudhi Bali yang juga Ketua Dayaka Sabha Vihara Buddha Sakyamuni Denpasar, Pmd. Sudiarta Indrajaya, S.E., Forum Ibu-ibu Budhis, Patria, umat Buddha dari berbagai daerah serta simpatisan.
Perayaan Asadha Puja di Vihara Giri Manggala itu diisi dengan pembabaran Dhamma dengan menghadirkan penutur kejernihan Gede Prama dan prosesi tersebut berlangsung khidmat. Kedatangan Gede Prama disambut dengan gender dan angklung serta taburan bunga olah panitia, dayaka sabha, dan segenap umat.
Pada kesempatan tersebut Gede Prama Gede Prama membawakan ceramah Dhamma bertajuk "Genta-genta Siwa-Buddha" dengan pemaparan antara lain tentang darah spiritual orang Bali, cerita tentang genta Siwa-Buddha dan Hindu yang Indah. Lanjut Gede Prama, bagi umat Hindu, Buddha bukanlah orang lain. Guru agung Sidartha Gautama lahir di keluarga Hindu. Itu sebuah fakta sejarah. Bahkan, Mahatma Gandhi, kata Prama, pernah mengatakan Hindu India berutang banyak pada Sidartha Gautama. Atas kelahiran Sidartha, perjalanan Hindu keluar dari hal-hal yang berbau mistik, nujum dan sejenisnya. Andaikan tidak ada Sidartha Gautama, jangan-jangan Hindu sudah melenceng jauh dari Weda. Pun, Wiwekananda pernah bilang Sidartha Gautama cerdas sekali mengambil intisari Weda.
Sementara Siwa-Buddha adalah agama yang lebih awal masuk ke Nusantara. Sebagaimana tercatat di Museum Gajah atau Museum Nasional Jakarta, lanjut Prama, agama orang Nusantara pada kurun waktu tertentu adalah Siwa-Buddha. Sementara sejarah keagamaan orang Bali sama dengan orang Tibet. Sebelum masuk Buddha, orang Tibet memiliki agama Bon. Agama Buddha dan Bon, akhirnya menyatu seperti Siwa-Buddha di Bali.
Tanda Kebuddhaan di Bali
Di lain sisi, Prama mengatakan, ada banyak tanda spiritual soal "'kebuddhaan" di Bali. Di Bali, umat menyebut Tuhan dengan nama Sang Hyang Mbang atau Mahasunyi yang dalam agama Buddha ada istilah Sunyata. Tahun baru di Bali dirayakan dengan sunyi (sunyata). Hari kemenangan Dharma melawan Adharma yaitu Galungan jatuh pada hari Rabu dalam bahasa Balinya Buda. Di Bali Selatan, ada Pura Sakenan yang puncak piodalannya jatuh pada Hari Raya Kuningan. Sementara Sakenan berasal dari kata Sakyamuni. Sakyamuni nama asli Sidartha Gautama. ''Karena itu bagi umat Hindu di Bali, Buddha bukanlah orang lain,'' kata Prama.
Di samping itu ada dua titik sejarah di Bali yang memberikan pintu pemahaman bahwa orang Bali memiliki ''darah'' Buddha. Pada abad 10-11 ada banyak sekte di Bali yang dikhawatirkan menimbulkan gejolak. Kemudian raja di Bali mendatangkan seorang mahaguru dari Jawa, namanya Mpu Kuturan untuk menyatukan sekte-sekte tersebut. Mpu Kuturan pun melahirkan konsep Tri Kahyangan-Pura Puseh, Dalem dan Baleagung. Mpu Kuturan sendiri adalah pendeta Buddha yang peninggalannya adalah Meru, hasil modifikasi Pagoda umat Buddha.
Pada Abad ke-16, Bali mengalami masa kejayaan di bawah Raja Dalem Waturenggong. Dalam masa kerajaan itu ada penasihat spiritual yaitu pendeta Siwa-Buddha. Peninggalannya berupa Padmasana. Jejak-jejak kebuddhaan yang lain berupa tempat pemujaan Buddha di sejumlah pura di Bali.Sebagai apresiasi atas terselenggaranya Perayaan Asadha Puja 2551/2007 ini ketua panitia, Komang Kanthi Kumara, Ketua Dayaka Sabha Vihara Giri Manggala Alas Sangker menyerahkan miniatur Rupam Boddhisatva Sidarta Gautama yang merupakan hasil karya Kerajinan umat Buddha setempat kepada Gede Prama, Ketua Yayasan Girirakkhito Mahathera, IB. Rahoela, Ketua Magabudhi Bali, Pmd. Sudiarta Indrajaya. Hadir pula pada kesempatan tersebut Dhamma Jiyoti, Candanarsa (ketua dayaka saba Vihara Amurva Bhumi), dan Andika Putra (ketua dayaka sabha Vihara Dharmacattra).
1 comment:
Teruntuk para sahabat, trimakasih dan mau menginformasikan kalau artikel Bpk Gede Prama lainnya yg versi bhs Inggris ada di http://www.gedepramascompassion.com
Post a Comment