Tenun Geringsing
WHD No. 461 Juni 2005
Oleh : IG.B. Ngurah Ardjana, Denpasar
Kerajinan menenun kain gringsing ini merupakan usaha satu-satunya di Bali sampai kini yang hanya terdapat atau dikenal dikalangan masyarakat Desa Tenganan saja. Dan hasil kerajinan menenun ini oleh masyarakat setempat dijadikan pakaian adat disamping mengandung juga nilai estetis, mode show, serta tata nilai yang dipancarkannya dapat menumbuhkan rasa bangga bagi warga masyarakat pendukungnya.
Menenun kain geringsing dan dalam proses pembuatannya adalah merupakan proses yang sangat rumit dengan teknik double ikat yang memakan waktu cukup lama serta dengan bahan-bahan dasar dan bahan pewarnaannya berasal dan alamiah. Kain geringsing juga banyak diperlukan orang lain, karena dapat digunakan untuk keperluan. upacara adat dan agama, mode show dan sebagainya. Menurut pandangan orang Tenganan bahwa kain geringsing mengandung nilai magis. Hal ini dikatakan demikian karena kata geringsing berasal dan dua kata yaitu gering yang berarti “sakit” atau “penyakit” dan sing berarti “tidak” atau “menolong”. Dan kedua akar kata tersebut yaitu kata gering dan sing disatu padukan akan menjadi kata geringsing yang dapat berarti tidak sakit atau menolak penyakit yang dapat diperkirakan akan terhindar dan segala penyakit. Oleh karena demikian orang Tenganan mempunyai pandangan bahwa kain geringsing memiliki peranan/fungsi yang amat penting.
Tata Upacara Pembuatan Tenun Geringsing
Masyarakat Tenganan Pegeringsingan yang menganut agama Hindu sangat percaya bahwa segala sesuatu pekerjaan yang dimulai dengan diawali upacara keagamaan maka hasilnya akan balk dan menjumpai kesalamatan. Dalam memulai pekerjaan menenun Kain Geringsing yang sangat dikematkan inipun mereka sangat memperhatikan aturan yang sudah diwariskan secara turun-temurun oleh leluhurnya. Mereka mengikuti aturan tersebut meskipun secara teknik ilmiah mereka kurang bisa menjelaskan narnun mereka tetap berusaha menaruh perhatian yang besar terhadap pelestarian yang sangat erat kaitannya dengan upacara keagamaan yang harus dilaksanakan demi mempertahankan keaslian tata cara pembuatan kain tenun tradisional Geringsing, satu-satunya yang ada di Bali.
Pantangan bagi masyarakat Tenganan Pegeringsingan untuk menenun kain Gringsing pada saat datang bulan (haid). Mengenai upacara keagamaan dilakukan secara bertahap selama proses pembuatan tenun tradisional Geringsing berlangsung.
Rentetannya adalah sebagai berikut : setelah proses pembuatan dimulai, diawali dengan mencelupkan benang kedalam minyak lilin (minyak kemiri/malem) dan air serbuk kayu dalam wadah yang terbuat dan tanah hat (jeding) kemudian ditutup dengan kain putih hitam (gotia) guna menghindan adanya pengaruh roh jahat (leak).
Setelah ikatan pertama disimpulkan disertai dengan yadnya kecil yang terdiri dan : kembang sepatu, dauh sirih gulung, kapur sirih dan 2 set uang kepeng 11, pada lubangnya digantungkan benang katun yang diikat 2 kendi. Ikatan terakhir pada bahan hanya dapat diikat oleh wanita yang lewat masa menapouse.
Proses Pembuatan Kain Geringsing
Proses pembuatan kain Tenun Geringsing diawali dengan penyiapan kapas untuk bahan benang. Kapas yang dipakai adalah kapas keling (bijinya hanya satu satu). Kapas semacam mi didatangkan dan pulau Nusa Penida Kabupaten Daerah Tk. II KlungkungBali.
Mula-mula kapas keling dipipis, kemudian ngantih bikin benang. Sesudah menjadi benang, benang itu dicelup kedalam minyak kemiri bercampur air abu/serbuk kayu dan direndam selama 42 han. Setiap tiga hari sekali, maka selajutnya benang tersebut dikeringkan tanpa menjemurnya di sinar matahari, diberi hiasan bunga pucuk (kembang sepatu). Kemudian benang yang sudah kering itu digulung kedalam bambu kecil yang disebut “Ulakan”. Untuk motif kain pendek benang yang sudah kering diproses dengan ngelimbengang, sedang untuk motif kain panjang benang diproses dengan ngerengang. Selanjutnya benang tersebut dibedbed (diikat) untuk dapat dicelup/diwarnai. Dan medbed (mengikat) sampai mendapat warna-warna yang sesuai dengan motif tenunan diperlukan waktu 2 sampai 3 minggu.
Setelah merampungkan pewarnaan benang maka benang bahan kain tenun Geringsing itu sudah siap untuk ditenun. Satu ikatan benang yang sudah berwarna itu menghasilkan/menjadi 5 sampai 6 lembar kain tenun Geringsing, setelah menjalani proses pembuatannya selama kira-kira 4 tahun. Namun kini sudah bisa dipercepat hingga 2 tahun (karena faktor ekonomis).
Bahan Pewarna Benang Tenun Geringsing
Ada cerita yang menggambarkan bahwa warna merah dari tenun Geringsing bahannya adalah darah manusia. Ternyata cerita tersebut hanya merupakan cerita bohong belaka karena warna merah yang misterius itu tidak dibuat dari darah manusia.
Cerita itu sengaja dimunculkan mungkin merupakan usaha proteksi masyarakat Tenganan Pegeringsingan agar kain tenun Geringsing yang merupakan kebanggaan masyarakat Tenganan Pegeringsingan sukar ditiru atau tidak ditiru.
Adapun bahan-bahan warna alami dan tenun Geringsing itu adalah sebagai berikut:
1) Warna merah dibuat dari “babakan” (kelopak pohon) Kepundung putih dicampur dengan akar pohon Sunti.
2) Warna kuning dibuat dari minyak buah kemiri yang sudah berumur lama, kira-kira 1 tahun dicampur dengan air serbuk/abu kayu kemiri.
3) Warna hitam dibuat dari pohon Taum.
Ragam Jenis Tenun Gringsing
Konon dahulu, ragam jenis Tenun Geringsing ada 20 jenis. Namun kini yang masih dikerjakan hanya 14 jenis yaitu:
1) Geringsing Lubeng,
yang terdiri dari: Gringsing Lubeng Luhur, Gringsing Lubeng Petang Dasa dan Gningsing Lubeng Pat Likur. Motifnya bernama Lubeng. Kekhasannya adalah berisi kalajengking. Lubeng Luhur ukurannya paling panjang dengan 3 bunga berbentuk kalajengking yang masih utuh bentuknya. Sedangkan pada Lubeng Petang Dasa bunga kalajengkingnya utuh hanya satu di tengah sedang yang di pinggir hanya setengah-setengah. Sedang Lubeng Pat Likur adalah yang ukurannya terkecil. Fungsinya sebagai busana adat dan upacara agama.
2) Geringsing Sanan Empeg
Geringsing Sanan Empeg fungsinya hanya sebagai sarana upacara keagamaan dan adat, yaitu sebagai pelengkap sesajian bagi masyarakat Tenganan Pegeringsingan. Sedangkan bagi masyarakat Bali di luar desa Tenganan hanya dipergunakan sebagai penutup bantal/alas kepala orang melaksanakan upacara manusa yadnya potong gigi. Ciri khas dan motif Sanan Empeg adalah adanya tiga bentuk kotak-kotak/poleng berwarna merah dan hitam.
3) Geringsing Cecempakan
Geringsing Cecempakan bermotif bunga cempaka. jenisnya: Gringsing Cecempakan Petang Dasa (ukuran empat puluh). Geringsing Cecempakan Putri, Geringsing Cecempakan Pat Likur (ukuran 24 benang).
Fungsinya adalah sebagai busana adat dan upacara agama.
4) Geringsing Cemplong.
Motif Geringsing Cemplong adalah karena ada bunga-bunga besar diantara bunga-bunga kecil seolah-olah ada kekosongan/lobang-lobang diantara bunga itu menjadi kelihatan cemplong. Jenisnya : ukuran Pat Likur (24 benang), senteng/anteng (busana di pinggang wanita), sedangkan yang ukuran Petang Dasa (40 benang) sudah hampir punah. Fungsinya adalah sebagai busana adat dan upacara agama.
5) Geringsing Isi.
Pada Geringsing Isi ini sesuai namanya pada motifnya semua berisi atau penuh, tidak ada bagian kain yang kosong, ukuran yang ada hanya ukuran Pat Likur (24 benang) dan berfungsi hanya untuk sarana upacara, bukan untuk busana.
6) Geringsing Wayang.
Motifnya ada dua yaitu Geringsing Wayang Kebo dan Geringsing Wayang Putri.
Fungsi dan ukuran kedua kain ini sama yaitu untuk selendang, yang berbeda adalah motifnya. Pada Geringsing Wayang Kebo teledunya (Kalajengkingnya) bergandengan sedangkan pada Gringsing Wayang Putri lepas . Pada tenun Geringsing Wayang Kebo berisi motif wayang laki dan wanita. Sedangkan pada tenun Geringsing Wayang Putri hanya berisi motif Wayang Wanita.
7) Geringsing Batun Tuung.
Batun Tuung artinya biji terong. Dengan demikian pada Geringsing Batun Tuung motifnya penuh dengan biji-biji terong. Ukurannya tidak besar, untuk senteng (selendang) pada wanita dan untuk sabuk (ikat pinggang) tubumuhan bagi pria. Jenis Geringsing ini sudah hampir punah.
Perlu diketahui bahwa pada semua kain Geringsing (double ikat) pasti ada “telupuhnya” (motif pinggirnya) dan juga “penekek” (bagian paling pinggir). Kadang-kadang diisi pula tambang, “tetubahan” semacam hiasan kreasi di pinggir kain sesuai selera pembuat.•
No comments:
Post a Comment